Yogyakarta: Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo, meminta aparat penegak hukum menghukum berat guru yang melakukan pencabulan pada siswa SD swasta. Singgih menegaskan mengawal kasus tersebut.
"Yang salah silakan nanti dihukum seberat-beratnya," kata Singgih, di Kota Yogyakarta, pada Senin, 15 Januari 2024.
Singgih mengatakan juga melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2) untuk menangani anak-anak yang jadi korban perilaku bejat guru tersebut. Langkah itu demi memastikan kelanjutan masa depan anak-anak tersebut.
DP3AP2 diberi mandat memberikan pendampingan psikologis pada siswa-siswi SD itu. Dinas tersebut diminta berkoordinasi dengan lembaga yang juga terlibat melakukan pendampingan.
"Ini karena banyak yang ingin melakukan pendampingan, tapi kalau kemudian semua melakukan, maka kami khawatir terlalu ramai," ujarnya.
Kepala Divisi Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, mengatakan penegak hukum harus menuntaskan kasus pencabulan itu. Ia menilai tak boleh ada langkah damai dalam penanganan kasus itu.
"Hal lain yang ingin JPW tegaskan bahwa tidak ada kasus kekerasan seksual terlebih korbannya adalah anak yang boleh diselesaikan secara damai dan tidak diproses hukum karena jelas melanggar undang-undang yang ada," kata dia.
Baharuddin mengatakan jangan sampai ada alasan non yuridis hukum sehingga penanganan kasus dugaan kekerasan seksual ini diselesaikan lewat restorative justice. Menurut dia, penanganan kasus di luar jalur pidana akan mencederai rasa keadilan bagi para terduga korban dan keluarga korban tentunya.
"Pasal 23 Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual menegaskan bahwa tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar peradilan, kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana yang diatur dalam undang-undang," kata dia.
Yogyakarta: Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo, meminta aparat penegak hukum menghukum berat guru yang
melakukan pencabulan pada siswa SD swasta. Singgih menegaskan mengawal kasus tersebut.
"Yang salah silakan nanti dihukum seberat-beratnya," kata Singgih, di Kota Yogyakarta, pada Senin, 15 Januari 2024.
Singgih mengatakan juga melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2) untuk menangani anak-anak yang jadi korban perilaku bejat guru tersebut. Langkah itu demi memastikan kelanjutan masa depan anak-anak tersebut.
DP3AP2 diberi mandat memberikan pendampingan psikologis pada siswa-siswi SD itu. Dinas tersebut diminta berkoordinasi dengan lembaga yang juga terlibat melakukan pendampingan.
"Ini karena banyak yang ingin melakukan pendampingan, tapi kalau kemudian semua melakukan, maka kami khawatir terlalu ramai," ujarnya.
Kepala Divisi Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, mengatakan penegak hukum harus menuntaskan kasus pencabulan itu. Ia menilai tak boleh ada langkah damai dalam penanganan kasus itu.
"Hal lain yang ingin JPW tegaskan bahwa tidak ada kasus kekerasan seksual terlebih korbannya adalah anak yang boleh diselesaikan secara damai dan tidak diproses hukum karena jelas melanggar undang-undang yang ada," kata dia.
Baharuddin mengatakan jangan sampai ada alasan non yuridis hukum sehingga penanganan kasus
dugaan kekerasan seksual ini diselesaikan lewat restorative justice. Menurut dia, penanganan kasus di luar jalur pidana akan mencederai rasa keadilan bagi para terduga korban dan keluarga korban tentunya.
"Pasal 23 Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual menegaskan bahwa tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar peradilan, kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana yang diatur dalam undang-undang," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)