Bandar Lampung: Istri Almarhum Syekh Ali Jaber memohon kepada majelis hakim yang menangani perkara penusukan suaminya untuk membebaskan terdakwa, Alpin Andrian, 24 dari jerat hukum. Permintaan ini disampaikan melalui surat permohonan yang ditujukan ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis, 4 Februari 2021.
Surat permohonan ditandatangani langsung istri Syekh Ali Jaber, Deva Rachman, warga Kelurahan Jati, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur dan asisten pribadi Syekh Ali Jaber, Iskandar Yusuf Anwar, warga Kelurahan Krukut, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, pada 1 Maret 2021.
Dalam surat tersebut keduanya meminta majelis hakim untuk memaafkan dan membebaskan terdakwa dari hukuman atau minimal diberikan hukuman ringan.
Baca: Syekh Ali Jaber Ditusuk di Bahu
Permohonan itu mengingat terdakwa memiliki gangguan kejiwaan atau tekanan mental atas permasalahan keluarga. Hal itu juga sesuai keinginan dari korban Syekh Ali Jaber yang pernah disampaikan.
Saat ini terdakwa kasus penusukan masih menanti putusan hakim setelah penasihat hukumnya menyampaikan nota pembelaan. Dalam perkara ini tim jaksa mengenakan terdakwa dengan Pasal 340 Jo. 53 tentang pembunuhan berencana dengan tuntutan 10 tahun penjara.
Dari fakta persidangan sejumlah saksi yang dekat dengan pelaku juga turut menyampaikan soal kelainan jiwa yang diidap terdakwa Alpin. Tetangganya kerap melihat terdakwa kerap mengamuk tanpa alasan jelas.
Sementara paman terdakwa mengaku beberapa kali mengantar pelaku ke klinik pengobatan gangguan jiwa di Pesawaran. Meski hal itu tidak bisa dibuktikan karena tidak memiliki kartu yang menyatakan pelaku mengalami gangguan jiwa.
Rehabilitasi Kejiwaan
Sementara itu Ardiansyah, Tim Kuasa Hukum Alpin bersikukuh bahwa terdakwa tidak memiliki kemampuan untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukannya. Kuasa hukum meminta rehabilitasi kejiwaan terhadap terdakwa.
Dalam pembelaannya, tim penasihat hukum mengatakan peristiwa penusukan yang terjadi pada Minggu, 13 September 2020 adalah peristiwa luar biasa dan tidak masuk akal bagi masyarakat umum. Sehingga patut untuk diamati secara seksama bagaimana penyerangan ini bisa terjadi.
"Kami berpandangan klien kami tidak dalam posisi bisa mempertanggungjawabkan tindakannya karena memiliki gangguan dalam pikiran dan perilaku yang ditunjukkan," ujarnya.
Ardiansyah menjelaskan hal itu diperkuat dengan keterangan sejumlah saksi yang telah disumpah untuk memberikan keterangan sebenar-benarnya. Bahwa sejumlah saksi pernah mengantarkan terdakwa untuk menjalani pengobatan gangguan jiwa di tahun 2016. Dengan kondisi terdakwa yang tidak dapat dikontrol yakni mengamuk, meludah-ludah, dan memberontak.
"Perilaku terdakwa ini kemudian berulang di 2020 sepeti yang diungkapkan saksi Rosmala Dewi. Terdakwa bahkan pernah mencoba menyayat lehernya lehernya sendiri karena tekanan atas masalah keluarganya," katanya.
Kemudian, terdakwa seketika menusuk lengan kanan korban dengan maksud melukai bukan dengan niat membunuh korban. Hal ini juga berdasarkan keterangan saksi yang mengatakan terdakwa mengambil pisau milik neneknya di dapur untuk melukai korban.
"Dengan uraian diatas tim kuasa hukum memohon agar melepaskan terdakwa sebagaimana dalam pasal 44 ayat (1) KUHP dan ayat (2) menyerahkan ke RSJD Lampung untuk menjalani rehabilitasi selama 1 tahun," kata dia.
Bandar Lampung: Istri Almarhum Syekh
Ali Jaber memohon kepada majelis hakim yang menangani perkara
penusukan suaminya untuk membebaskan terdakwa, Alpin Andrian, 24 dari jerat hukum. Permintaan ini disampaikan melalui surat permohonan yang ditujukan ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis, 4 Februari 2021.
Surat permohonan ditandatangani langsung istri Syekh Ali Jaber, Deva Rachman, warga Kelurahan Jati, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur dan asisten pribadi Syekh Ali Jaber, Iskandar Yusuf Anwar, warga Kelurahan Krukut, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, pada 1 Maret 2021.
Dalam surat tersebut keduanya meminta majelis hakim untuk memaafkan dan membebaskan terdakwa dari hukuman atau minimal diberikan hukuman ringan.
Baca:
Syekh Ali Jaber Ditusuk di Bahu
Permohonan itu mengingat terdakwa memiliki gangguan kejiwaan atau tekanan mental atas permasalahan keluarga. Hal itu juga sesuai keinginan dari korban Syekh Ali Jaber yang pernah disampaikan.
Saat ini terdakwa kasus penusukan masih menanti putusan hakim setelah penasihat hukumnya menyampaikan nota pembelaan. Dalam perkara ini tim jaksa mengenakan terdakwa dengan Pasal 340 Jo. 53 tentang pembunuhan berencana dengan tuntutan 10 tahun penjara.
Dari fakta persidangan sejumlah saksi yang dekat dengan pelaku juga turut menyampaikan soal kelainan jiwa yang diidap terdakwa Alpin. Tetangganya kerap melihat terdakwa kerap mengamuk tanpa alasan jelas.
Sementara paman terdakwa mengaku beberapa kali mengantar pelaku ke klinik pengobatan gangguan jiwa di Pesawaran. Meski hal itu tidak bisa dibuktikan karena tidak memiliki kartu yang menyatakan pelaku mengalami gangguan jiwa.
Rehabilitasi Kejiwaan
Sementara itu Ardiansyah, Tim Kuasa Hukum Alpin bersikukuh bahwa terdakwa tidak memiliki kemampuan untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukannya. Kuasa hukum meminta rehabilitasi kejiwaan terhadap terdakwa.
Dalam pembelaannya, tim penasihat hukum mengatakan peristiwa penusukan yang terjadi pada Minggu, 13 September 2020 adalah peristiwa luar biasa dan tidak masuk akal bagi masyarakat umum. Sehingga patut untuk diamati secara seksama bagaimana penyerangan ini bisa terjadi.
"Kami berpandangan klien kami tidak dalam posisi bisa mempertanggungjawabkan tindakannya karena memiliki gangguan dalam pikiran dan perilaku yang ditunjukkan," ujarnya.
Ardiansyah menjelaskan hal itu diperkuat dengan keterangan sejumlah saksi yang telah disumpah untuk memberikan keterangan sebenar-benarnya. Bahwa sejumlah saksi pernah mengantarkan terdakwa untuk menjalani pengobatan gangguan jiwa di tahun 2016. Dengan kondisi terdakwa yang tidak dapat dikontrol yakni mengamuk, meludah-ludah, dan memberontak.
"Perilaku terdakwa ini kemudian berulang di 2020 sepeti yang diungkapkan saksi Rosmala Dewi. Terdakwa bahkan pernah mencoba menyayat lehernya lehernya sendiri karena tekanan atas masalah keluarganya," katanya.
Kemudian, terdakwa seketika menusuk lengan kanan korban dengan maksud melukai bukan dengan niat membunuh korban. Hal ini juga berdasarkan keterangan saksi yang mengatakan terdakwa mengambil pisau milik neneknya di dapur untuk melukai korban.
"Dengan uraian diatas tim kuasa hukum memohon agar melepaskan terdakwa sebagaimana dalam pasal 44 ayat (1) KUHP dan ayat (2) menyerahkan ke RSJD Lampung untuk menjalani rehabilitasi selama 1 tahun," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)