medcom.id, Jakarta: Saeni, 53, pemilik warteg di Jalan Cikepuh Raya, Kota Serang, Banten, menjadi perbincangan publik. Wajah murung bahkan nyaris menangis Saeni ketika warungnya dirazia membetot simpati masyarakat luas.
Saeni menjadi korban kesewenang-wenangan Satpol PP yang berdalih menjalankan tugas sesuai Perda yang diterbitkan Wali Kota Serang. Warung makan dilarang buka di siang hari selama Ramadan.
Melalui video yang menjadi viral di media sosial, seluruh makanan dagangannya disita. Saeni bahkan diusir keluar warung selama proses penyitaan berlangsung.
(Baca: Resmi Ditutup, Donasi untuk Bu Eni Menembus Rp265 Juta)
Saeni yang belakangan dikenal dengan sebutan Bu Eni mengaku tak tahu soal larangan Wali Kota untuk tak berjualan ketika Ramadan. Ia menyadari pola dagang bulan puasa dan bulan lainnya berbeda. Namun, pengetahuannya tentang itu hanya soal menutup pintu depan dan jendela warung agar aktivitas di dalam tak terlihat dari luar.
"Hanya pintu samping atau pintu belakang yang dibuka," ujar Eni kepada Media Indonesia, kemarin.
Warteg milik Saeni yang dirazia petugas Satpol PP, Rabu 8 Juni/MI/Wibowo Sangkala
Eni yang sudah tujuh tahun menggeluti usaha warteg juga tak pernah mendapat pemberitahuan maupun teguran dari petugas. Dua hari sebelum peristiwa itu terjadi, Eni libur berdagang. Nahas, ketika membuka warung, petugas Satpol PP tiba-tiba datang dan menyita semua dangangannya.
"Saya takut sekali, saya sampai menangis dan gemetaran," kata Eni.
Seharusnya, kata Eni, petugas tak serta merta membawa makanan dagangannya. Petugas bisa menegur sebagai tahapan awal, baru menyita ketika diketahui Eni tak taat aturan.
Eni menyesalkan arogansi petugas yang seolah hanya berani menyentuh orang kecil. Pemilik modal besar dan berdagang di dalam gedung sama sekali tak tersentuh aturan semacam ini.
"Tidak adil saja!," tegas Eni.
Saeni terbaring sakit
Tak hanya dituduh melanggar aturan, Eni juga dianggap tak menghormati orang berpuasa karena membuka warung di jam yang tak seharusnya. Eni tegas membantah itu.
"Kata siapa saya tidak menghormati orang puasa. Yang puasa, ya puasa saja. Saya hanya dagang buat orang yang tidak puasa. Lagi pula saya tidak menawar-nawari orang yang berpuasa, kok," ujar dia.
Yeni Alex, suami Saeni
Apa yang dialami Eni memang bukan persoalan sepele. Istri Yeni Alex, 48, itu kini sakit-sakitan. Namun, Eni tak mau terlalu lama menyimpan kemarahan.
"Saya tidak dendam," ucap dia.
(Baca: Presiden Ikut Menyumbang untuk Bu Eni)
Eni cukup lega karena teryata ada hikmah di balik kejadian ini. Video razia dia warung Eni dijadikan viral oleh Netizen. Penggalangan dana pun digagas seorang netizen, Dwika Putra.
Dwika mulai membuka rekening khusus donasi per 10 Juni. Laporan dana masuk selalu ia perbarui melalui akun Twitter @dwikaputra. Total dana yang didapat hingga pengumpulan akhir per 12 Juni pukul 12.00 WIB tercatat Rp265 juta lebih.
(Baca: Presiden Minta Saeni Gunakan Uang Sumbangan untuk Lunasi Utangnya)
Eni sudah memiliki rencana apabila uang ratusan juta itu sudah berada di tangannya. "Bantuan itu buat biaya kuliah anak saya (bungsu yang kini kuliah di IAIN Serang) dan sisanya buat beli warung biar tidak pindah-pindah lagi," ucap Eni yang kini mengontrak warung dengan biaya Rp7,5 juta per tahun itu.
medcom.id, Jakarta: Saeni, 53, pemilik warteg di Jalan Cikepuh Raya, Kota Serang, Banten, menjadi perbincangan publik. Wajah murung bahkan nyaris menangis Saeni ketika warungnya dirazia membetot simpati masyarakat luas.
Saeni menjadi korban kesewenang-wenangan Satpol PP yang berdalih menjalankan tugas sesuai Perda yang diterbitkan Wali Kota Serang. Warung makan dilarang buka di siang hari selama Ramadan.
Melalui video yang menjadi viral di media sosial, seluruh makanan dagangannya disita. Saeni bahkan diusir keluar warung selama proses penyitaan berlangsung.
(
Baca: Resmi Ditutup, Donasi untuk Bu Eni Menembus Rp265 Juta)
Saeni yang belakangan dikenal dengan sebutan Bu Eni mengaku tak tahu soal larangan Wali Kota untuk tak berjualan ketika Ramadan. Ia menyadari pola dagang bulan puasa dan bulan lainnya berbeda. Namun, pengetahuannya tentang itu hanya soal menutup pintu depan dan jendela warung agar aktivitas di dalam tak terlihat dari luar.
"Hanya pintu samping atau pintu belakang yang dibuka," ujar Eni kepada
Media Indonesia, kemarin.
Warteg milik Saeni yang dirazia petugas Satpol PP, Rabu 8 Juni/MI/Wibowo Sangkala
Eni yang sudah tujuh tahun menggeluti usaha warteg juga tak pernah mendapat pemberitahuan maupun teguran dari petugas. Dua hari sebelum peristiwa itu terjadi, Eni libur berdagang. Nahas, ketika membuka warung, petugas Satpol PP tiba-tiba datang dan menyita semua dangangannya.
"Saya takut sekali, saya sampai menangis dan gemetaran," kata Eni.
Seharusnya, kata Eni, petugas tak serta merta membawa makanan dagangannya. Petugas bisa menegur sebagai tahapan awal, baru menyita ketika diketahui Eni tak taat aturan.
Eni menyesalkan arogansi petugas yang seolah hanya berani menyentuh orang kecil. Pemilik modal besar dan berdagang di dalam gedung sama sekali tak tersentuh aturan semacam ini.
"Tidak adil saja!," tegas Eni.
Saeni terbaring sakit
Tak hanya dituduh melanggar aturan, Eni juga dianggap tak menghormati orang berpuasa karena membuka warung di jam yang tak seharusnya. Eni tegas membantah itu.
"Kata siapa saya tidak menghormati orang puasa. Yang puasa, ya puasa saja. Saya hanya dagang buat orang yang tidak puasa. Lagi pula saya tidak menawar-nawari orang yang berpuasa, kok," ujar dia.
Yeni Alex, suami Saeni
Apa yang dialami Eni memang bukan persoalan sepele. Istri Yeni Alex, 48, itu kini sakit-sakitan. Namun, Eni tak mau terlalu lama menyimpan kemarahan.
"Saya tidak dendam," ucap dia.
(
Baca: Presiden Ikut Menyumbang untuk Bu Eni)
Eni cukup lega karena teryata ada hikmah di balik kejadian ini. Video razia dia warung Eni dijadikan viral oleh Netizen. Penggalangan dana pun digagas seorang netizen, Dwika Putra.
Dwika mulai membuka rekening khusus donasi per 10 Juni. Laporan dana masuk selalu ia perbarui melalui akun Twitter @dwikaputra. Total dana yang didapat hingga pengumpulan akhir per 12 Juni pukul 12.00 WIB tercatat Rp265 juta lebih.
(
Baca: Presiden Minta Saeni Gunakan Uang Sumbangan untuk Lunasi Utangnya)
Eni sudah memiliki rencana apabila uang ratusan juta itu sudah berada di tangannya. "Bantuan itu buat biaya kuliah anak saya (bungsu yang kini kuliah di IAIN Serang) dan sisanya buat beli warung biar tidak pindah-pindah lagi," ucap Eni yang kini mengontrak warung dengan biaya Rp7,5 juta per tahun itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)