Solo: Pandemi korona berdampak luas ke segala sektor, salah satunya perajin batik di Kota Solo, Jawa Tengah. Sejumlah perajin batik memilih mengganti jenis produksi demi bertahan hidup di tengah pandemi covid-19.
"Selama pandemi ini penjualan batik saya turun 30 persen lebih. Susah untuk memasarkan produksi batik seperti biasanya karena daya beli masyarakat sedang rendah. Maka saya putar otak untuk tetap bertahan, salah satu caranya dengan memproduksi masker. Tidak lagi blus, baju atau kemeja batik," urai salah satu perajin batik dari Gentan, Wahyu Ismiyati, di Solo, Jateng, Kamis, 1 Oktober 2020.
Wahyu sengaja tidak memproduksi kemeja dan blus batik karena mengalami penurunan penjualan drastis selama pandemi. Dia memilih memproduksi masker batik berdasarkan pangsa pasar selama pandemi.
Selain itu, pemasaran yang dilakukan Wahyu juga digencarkan lewat daring. Perlahan namun pasti, produksi masker batik mampu memberikan kepastian pemasukan selama pandemi hingga kini.
"Selain masker, saya juga membidik pasar daster dan baby doll. Bahkan sekarang ini permintaan daster dan baby doll bisa mencapai 200 baju setiap bulannya. Mungkin karena banyak yang work from home (WFH), jadi banyak yang membeli daster," imbuhnya.
Baca: ASN Kemendes Diwajibkan Mengenakan Batik Selama Sebulan
Di sisi lain, salah satu pengusaha batik di Laweyan, Gunawan Muhammad Nizar, mengakui dampak pandemi korona terhadap usahanya. Sejak Kota Solo ditetapkan KLB korona pada Maret 2020, terjadi penurunan omzet sekitar 90 persen.
"Bahkan ada beberapa teman sesama pengusaha batik yang mulai merumahkan karyawannya akibat pandemi ini. Kalau saya pribadi, terbantu dari pemesanan pelanggan lama berupa seragam-seragam instansi," bebernya.
Gunawan menerangkan, pengusaha wajib memiliki inisiatif agar bisa tetap berproduksi dan bertahan di tengah pandemi korona. Salah satunya gencar melakukan penjualan melalui daring.
"Pemesanan barang yang masuk ke kami saat ini juga sudah bergeser. Dari banyak yang memesan kemeja, blus jadi lebih banyak yang memesan daster dan baby doll," ungkapnya.
Di sisi lain, salah satu pengusaha batik di Laweyan, Gunawan Muhammad Nizar, mengakui dampak pandemi korona terhadap usahanya. Sejak Kota Solo ditetapkan KLB korona pada Maret 2020, terjadi penurunan omzet sekitar 90 persen.
"Bahkan ada beberapa teman sesama pengusaha batik yang mulai merumahkan karyawannya akibat pandemi ini. Kalau saya pribadi, terbantu dari pemesanan pelanggan lama berupa seragam-seragam instansi," bebernya.
Gunawan menerangkan, pengusaha wajib memiliki inisiatif agar bisa tetap berproduksi dan bertahan di tengah pandemi korona. Salah satunya gencar melakukan penjualan melalui daring.
"Pemesanan barang yang masuk ke kami saat ini juga sudah bergeser. Dari banyak yang memesan kemeja, blus jadi lebih banyak yang memesan daster dan baby doll," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)