Surabaya: Lembaga masyarakat Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIIAD) menyebut sikap pemerintah plin-plan lantaran menganulir pembekuan izin Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, imbas kasus pencabulan.
"Ngomongnya dicabut kemudian tidak jadi dicabut dan lain sebagainya. Ini tentu membingungkan," kata Koordinator JIIAD Aan Anshori, Selasa, 12 Juli 2022.
Aan menduga pembatalan pembekuan izin operasional ponpes lantaran Kemenag tidak punya format pesantren ramah anak. Menurutnya, pemerintah lemah dalam mengatasi problem yang terjadi pesantren.
"Pak (Menteri) Muhadjir dan Gus Yaqut tidak bisa hanya dicabut atau tidak dicabut, tapi lebih kepada pembinaan dan pengawasannya seperti apa. Jangan sampai kemudian para orang tua santri yang meletakkan anaknya di sana harus was-was," ujar dia.
Aan mengatakan, masalah dalam kasus ini bukan sekadar mencabut atau mengembalikan izin ponpes. Tetapi sejauh mana pemerintah bisa benar-benar mengevaluasi Ponpes Shiddiqiyyah, menyangkut korban pencabulan dan perkosaan yang lainnya.
Sejauh ini, kata Aan, atensi pemerintah terhadap kasus ini masih sangat minim. Seharusnya, pemerintah langsung membuka layanan aduan berupa hotline, untuk para korban pencabulan pascapenangkapan putra pendiri Ponpes Shiddiqiyah, Moch Subchi Asal Tsani (MSAT).
"Tapi pemerintah enggak mikir kayak gitu, ribut dengan dicabut dan tidak dicabut (izin ponpes). Padahal yang paling subtansial adalah langkah-langkah apa yang harus dilakukan pemerintah usai tertangkapnya MSAT," tegas dia.
Sementara itu, Kanwil Kemenag Jatim enggan menanggapi pembatalan pencabutan izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah.
Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul hanya meminta media bersabar untuk pernyataan resmi dari Kanwil Kemenag Jatim.
"Mohon bersabar, nanti kami akan konferensi pers," singkat As'ad.
Surabaya: Lembaga masyarakat Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIIAD) menyebut sikap pemerintah plin-plan lantaran menganulir
pembekuan izin Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, imbas kasus pencabulan.
"Ngomongnya dicabut kemudian tidak jadi dicabut dan lain sebagainya. Ini tentu membingungkan," kata Koordinator JIIAD Aan Anshori, Selasa, 12 Juli 2022.
Aan menduga pembatalan
pembekuan izin operasional ponpes lantaran Kemenag tidak punya format pesantren ramah anak. Menurutnya, pemerintah lemah dalam mengatasi problem yang terjadi pesantren.
"Pak (Menteri) Muhadjir dan Gus Yaqut tidak bisa hanya dicabut atau tidak dicabut, tapi lebih kepada pembinaan dan pengawasannya seperti apa. Jangan sampai kemudian para orang tua santri yang meletakkan anaknya di sana harus was-was," ujar dia.
Aan mengatakan, masalah dalam kasus ini bukan sekadar mencabut atau mengembalikan izin ponpes. Tetapi sejauh mana pemerintah bisa benar-benar mengevaluasi Ponpes Shiddiqiyyah, menyangkut korban pencabulan dan perkosaan yang lainnya.
Sejauh ini, kata Aan, atensi pemerintah terhadap kasus ini masih sangat minim. Seharusnya, pemerintah langsung membuka layanan aduan berupa hotline, untuk para korban pencabulan pascapenangkapan putra pendiri
Ponpes Shiddiqiyah, Moch Subchi Asal Tsani (MSAT).
"Tapi pemerintah enggak mikir kayak gitu, ribut dengan dicabut dan tidak dicabut (izin ponpes). Padahal yang paling subtansial adalah langkah-langkah apa yang harus dilakukan pemerintah usai tertangkapnya MSAT," tegas dia.
Sementara itu, Kanwil Kemenag Jatim enggan menanggapi pembatalan pencabutan izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah.
Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul hanya meminta media bersabar untuk pernyataan resmi dari Kanwil Kemenag Jatim.
"Mohon bersabar, nanti kami akan konferensi pers," singkat As'ad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)