Yogyakarta: Perempuan dan anak-anak di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, disebut alami trauma akibat pengepungan ribuan aparat sejak Selasa, 8 Februari 2022.
Selain pengepungan, sejumlah perempuan ditangkap usai berziarah serta beberapa anak turut ditangkap. Meskipun, mereka akhirnya dibebaskan.
"Anak-anak sekarang enggak berani lagi buat keluar rumah, apalagi berangkat ke sekolah," kata seorang warga Wadas, dalam konferensi pers daring, Kamis, 10 Februari 2022.
Ia menyebut setidaknya ada belasan anak yang sempat ikut ditangkap. Penangkapan itu membuat teman-teman sebayanya ikut ketakutan.
Tak cuma anak-anak, lanjutnya, sejumlah tokoh agama juga ikut mendapat perlakuan hampir sama, bahkan dibentak hingga alami kekerasan.
Baca juga: 3 Oknum Polisi Divonis Mati Gegara Jual Barang Bukti Narkoba
"Setelah meninggalkan halaman rumah warga, kertas-kertas bekas makanan (aparat) berserakan di depan rumah kami," ujarnya.
Seorang warga Wadas lain, mengatakan ada rekannya yang pergi ke hutan dan belum berani kembali ke rumah hingga kini. Menurut dia, sejumlah temannya masih ketakutan dengan kejaran aparat.
"Sudah dua malam bermalam di hutan, belum berani pulang karena lihat juga polisi bawa anjing mengejar warga," ujarnya.
Sementara itu Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadli, mengatakan, upaya pendampingan terhadap puluhan warga dan pendamping sempat ditolak kepolisian dengan sejumlah alasan. Termasuk dengan dalih ada seorang warga yang positif berdasarkan tes antigen.
"(Polisi) hanya menjawab kaitannya rangkaian-rangkaian petistiwa sebelumnya. Tidak jelas peristiwa sebelumnya. Tidak ada kejelasan sama sekali," terang Yogi.
Ia menerangkan ada tiga orang warga yang diperiksa dan masuk dalam tahap penyidikan hanya dalam tempo beberapa jam. Warga tersebut dijerat dengan dugaan pidana pasal 28 UU ITE tentang penyebaran konten bermuatan SARA. Kemudian juga Pasal 14 jo 15 UU Nomor Tahun 1946 tentang pemberitaan bohong yang menyebabkan keonaran.
"Ponsel warga yang disidik ini disita polisi. Mereka di-BAP berdasarkan laporan polisi. Saat itu juga polisi laporan," ungkapnya.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, meminta agara kepolisian tidak asal dalam menangkap orang. Menurut dia, penangkapan harus disertai dengan landasan dan bukti formal.
Baca juga: Ganjar Sediakan Bus saat Momen Kepulangan Warga Wadas
Di sisi lain, jika kedatangan polisi ke Desa Wadas dengan tujuan pengamanan, polisi harus mengenakan seragam resmi.
"Bukan mengenakan selain seragam resmi. Lalu, kalau ada warga ditangkap harus diproses secara formal. Ada dokumen-dokumen yang lengkap. Dalam status apa warga ditangkap," ujar Trisno.
Ia menambahkan, langkah memakai UU ITE dalam menjerat warga merupakan tindakan berlebihan. Pihaknya mempertanyakan apabila cara itu benar dilakukan.
"Aparat penegak hukum tidak memakai kekerasan dalam bertindak. Nama baik kepolisian tercoreng. Apabila ada masalah diselesaikan dengan prosedur formal," kata dia.
Yogyakarta: Perempuan dan anak-anak di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, disebut
alami trauma akibat pengepungan ribuan aparat sejak Selasa, 8 Februari 2022.
Selain pengepungan, sejumlah perempuan ditangkap usai berziarah serta beberapa anak turut ditangkap. Meskipun, mereka akhirnya dibebaskan.
"Anak-anak sekarang enggak berani lagi buat keluar rumah, apalagi berangkat ke sekolah," kata seorang warga Wadas, dalam konferensi pers daring, Kamis, 10 Februari 2022.
Ia menyebut setidaknya ada belasan anak yang sempat ikut ditangkap. Penangkapan itu membuat teman-teman sebayanya ikut ketakutan.
Tak cuma anak-anak, lanjutnya, sejumlah tokoh agama juga ikut mendapat perlakuan hampir sama, bahkan dibentak hingga alami kekerasan.
Baca juga:
3 Oknum Polisi Divonis Mati Gegara Jual Barang Bukti Narkoba
"Setelah meninggalkan halaman rumah warga, kertas-kertas bekas makanan (aparat) berserakan di depan rumah kami," ujarnya.
Seorang warga Wadas lain, mengatakan ada rekannya yang pergi ke hutan dan belum berani kembali ke rumah hingga kini. Menurut dia, sejumlah temannya masih ketakutan dengan kejaran aparat.
"Sudah dua malam bermalam di hutan, belum berani pulang karena lihat juga polisi bawa anjing mengejar warga," ujarnya.
Sementara itu Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadli, mengatakan, upaya pendampingan terhadap puluhan warga dan pendamping sempat ditolak kepolisian dengan sejumlah alasan. Termasuk dengan dalih ada seorang warga yang positif berdasarkan tes antigen.
"(Polisi) hanya menjawab kaitannya rangkaian-rangkaian petistiwa sebelumnya. Tidak jelas peristiwa sebelumnya. Tidak ada kejelasan sama sekali," terang Yogi.