Jaksa Berencana Gugat Herry Wirawan secara Perdata
Media Indonesia.com • 16 Februari 2022 13:35
Bandung: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mempertimbangkan menggugat Herry Wirawan, 36, secara perdata berkaitan dengan pembubaran Yayasan Manarul Huda milik Herry.
Tuntutan pembubaran itu sebelumnya tak dikabulkan majelis hakim saat sidang vonis Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati. Oleh hakim, Herry divonis penjara seumur hidup.
"Pembubaran yayasan masuk dalam tuntutan jaksa dan perlu dilakukan mengingat yayasan itu sebagai salah satu instrumen Herry melakukan perbuatan biadabnya terhadap 13 santriwati," kata Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana, di Bandung, Rabu, 16 Februari 2022.
Namun, kata Asep, hakim berpandangan lain. Pembubaran yayasan perlu dilakukan melalui gugatan perdata terlebih dahulu. Sebab, yayasan milik Herry berstatus badan hukum yang tercatat di Kementerian Hukum dan HAM.
Baca juga: Gibran Pastikan Aktivitas Masyarakat Jalan Terus
Oleh sebab itu, pihaknya mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan lagi secara perdata kepada Herry melalui jaksa pengacara negara.
"Hakim mengatakan agar gugatan pembubaran yayasan menggunakan mekanisme perdata, akan kami pertimbangan. Jadi ada beberapa hal yang harus kami pelajari kembali untuk menentukan sikap kami," jelasnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya menuntut agar hakim membubarkan yayasan yang dikelola Herry Wirawan meliputi yayasan yatim piatu Manarul Huda, yayasan Tahfidz Madani, dan Madani Boarding School.
"Majelis hakim berpendapat yayasan Manarul Huda yayasan berbadan hukum. Pendirian dan pembubaran mengacu pada undang-undang yayasan," ujar majelis hakim yang diketuai oleh Yohanes Purnomo Suryo.
Hakim menuturkan lantaran yayasan milik Herry Wirawan tersebut berbadan hukum, perlu dilakukan pemeriksaan secara perdata di Pengadilan Negeri. Adapun dalam hal ini, Herry bertindak sebagai perseorangan dalam mengelola yayasan tersebut.
Sementara itu, Yudi Kurnia, kuasa hukum korban Herry Wirawan, meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) tak menolak putusan pengadilan terkait restitusi untuk anak korban terdakwa Herry.
"Putusan pengadilan itu mengikat, tidak bisa KemenPPPA membantah atau menolak, harus menghormati putusan pengadilan dan harus tunduk kepada hukum. Negara ini negara hukum dan kementerian juga disumpah untuk melaksakan hukum, aturan, dan undang-undang," tegas Yudi.
Memang sebenarnya, kata Yudi, wajar kalau KemenPPA saat ini merasa keberatan dengan keputusan Hakim, sebab, mereka mungkin belum menganggarkan restitusi.
Namun seharusnya mereka bisa mengakomodasi di anggaran perubahan atau nanti di anggaran 2023.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Babel Bertambah 1.361 dalam 2 Pekan
"Kalau menolak saat ini, wajar, tapi kalau menolak putusan hakim, itu tidak benar," terangnya.
Yudi memastikan pihaknya akan mengawal terus perkara ini agar anak korban mendapatkan hak mereka,
"Sebenarnya restitusi itu kecil kalau dilihat ukuran nominal uangnya. Karena dibagi berapa orang jadi sangat kecil," ucapnya.
Pemerintah, kata Yudi, harus menjamin masa depan korban dan anak korban. Sebab berdasarkan fakta pengadilan, ada 13 santriwati yang menjadi korban. Delapan orang di antaranya sampai melahirkan.
Baca juga: Penyelewengan 10 Ton Pupuk Subsidi di Indramayu Terungkap
"Paling penting ada jaminan hingga dewasa untuk anak korban yang dilahirkan itu walau hingga saat ini pemerintah daerah belum membuat komitmen apa pun terkait masa depan korban. Yang baru dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar melakukan trauma healing saja, belum menjamin, sedangkan hakim menyebut ini tanggung jawab Pemprov, termasuk anak korban," imbuhnya.
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung membebankan restitusi atau ganti rugi untuk anak korban Herry Wirawan, kepada KemenPPPA. Hal itu diungkapkan Yohanes Purnomo Suryo, hakim ketua, dalam amar putusannya di Pengadilan Negeri (PN) Bandung Selasa, 15 Februari 2022.
Majelis hakim berpendapat Herry Wirawan tidak dapat dibebani hukuman membayar restitusi karena divonis hukuman seumur hidup. Sehingga total keseluruhan restitusi 12 orang anak korban berjumlah Rp331.527.186 dibebankan kepada KemenPPPA.
Bandung: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mempertimbangkan menggugat Herry Wirawan, 36, secara perdata berkaitan dengan pembubaran
Yayasan Manarul Huda milik Herry.
Tuntutan pembubaran itu sebelumnya tak dikabulkan majelis hakim saat sidang vonis Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati. Oleh hakim, Herry divonis penjara seumur hidup.
"Pembubaran yayasan masuk dalam tuntutan jaksa dan perlu dilakukan mengingat yayasan itu sebagai salah satu instrumen Herry melakukan perbuatan biadabnya terhadap 13 santriwati," kata Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana, di Bandung, Rabu, 16 Februari 2022.
Namun, kata Asep, hakim berpandangan lain. Pembubaran yayasan perlu dilakukan melalui gugatan perdata terlebih dahulu. Sebab, yayasan milik Herry berstatus badan hukum yang tercatat di Kementerian Hukum dan HAM.
Baca juga:
Gibran Pastikan Aktivitas Masyarakat Jalan Terus
Oleh sebab itu, pihaknya mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan lagi secara perdata kepada Herry melalui jaksa pengacara negara.
"Hakim mengatakan agar gugatan pembubaran yayasan menggunakan mekanisme perdata, akan kami pertimbangan. Jadi ada beberapa hal yang harus kami pelajari kembali untuk menentukan sikap kami," jelasnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya menuntut agar hakim membubarkan yayasan yang dikelola Herry Wirawan meliputi yayasan yatim piatu Manarul Huda, yayasan Tahfidz Madani, dan Madani Boarding School.
"Majelis hakim berpendapat yayasan Manarul Huda yayasan berbadan hukum. Pendirian dan pembubaran mengacu pada undang-undang yayasan," ujar majelis hakim yang diketuai oleh Yohanes Purnomo Suryo.
Hakim menuturkan lantaran yayasan milik Herry Wirawan tersebut berbadan hukum, perlu dilakukan pemeriksaan secara perdata di Pengadilan Negeri. Adapun dalam hal ini, Herry bertindak sebagai perseorangan dalam mengelola yayasan tersebut.