Budi Daya Vanili di Lahan Sempit
Ignas L Kunda • 11 Maret 2021 12:23
Kupang: Tato dengan beragam motif memenuhi kedua lengan hingga pergelangan tangan lelaki hitam berjanggut itu. Sorot matanya sangar nan tajam bak seorang gangster.
Bukannya senjata atau parang yang digenggamnya. rupanya ia hanya memegang sebungkus polibag.
Lelaki bertato itu Robertus Mona, 38, warga Desa Ua, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Negekeo, NTT. Sudah sembilan bulan terakhir ia bergelut dengan tanaman vanili di samping rumahnya.
Memanfaatkan kualitas lahan subur di bawah kaki Gunung Ebulobo, Robert dan sejumlah petani di Kecamatan Mauponggo, saat ini mulai mengembangkan tanaman vanili sebagai sebuah investasi pertanian yang bernilai ekonomi tinggi.
Sama halnya dengan Robert, warga lain mulai mengembangkan vanili dengan lahan hanya sebatas rumah tempat tinggalnya. Robertus Mona sejatinya selama 10 tahun terakhir bekerja sebagai pennjual jasa taman, las, dan papan nama. Namun kini di sela-sela usahanya, ia mulai budidaya tanaman vanili.
Baca juga: Polisi Mulai Olah TKP Kecelakaan Bus di Sumedang
Jaring-jaring plastik dibuat sebagai peneduh di samping rumahnya dengan 50 tonggak atau tiang penyangga rambatan vanili. Sedikitnya 4-5 stek tiap tonggak dengan pupuk bokasi yang dibuat sendiri.
Tiang rambatan dimodifikasi dengan lingkaran kawat besi dengan bagian tengahnya terpancang batang aluminium baja ringan yang biasa dibuat kuda-kuda atap rumah. Di antara lilitan kawat dan batang alumunium itu terisi sabut-sabut kelapa.
Roberta berkisah, sempat tidak tertarik untuk tanam vanili seturut pengalamannya karena pernah gagal menanam vanili secara konvensional. Ia tergerak kembali menanam karena sempat melihat kawannya di kota yang mulai menanam vanili dengan cara modern seperti yang dilakukan saat ini walaupun beriklim panas.
“Sudah pernah tanam tidak tumbuh, busuk batang, mungkin karena pilih bibit yang salah. Saya terinspirasi dan mulai tertarik tanam vanili karena sempat melihat ada kawan yang sudah mulai tanam sistem modern dengan menggunakan green house yang bisa dibuat di samping rumah. Kenapa tidak saya di Mauponggo apalagi saya juga petani dan iklim di sini mendukung,” katanya.
Melihat perkembangan harga vanili dengan kisaran Rp3-5 juta juga mendorong Robertus untuk mulai menanam vanili secara organik. Ia membuat sendiri pupuk bokasi dan mencari sendiri sabut kelapa karena di daerahnya juga terdapat banyak pohon kelapa.
Sebenarnya ia punya lahan yang lebih luas untuk menanam vanili namun ia tidak memanfaatkannya karena merasa belum cukup aman. Memadukan keahlian yang kini dimilikinya dengan jiwanya yang juga seorang petani menjadi piihannya untuk menanam vanili di samping rumah.
“Saya sebagai petani hanya mau tanam saja, bahan buat pupuk dan sabut kelapa sudah ada. Rawan pencurian jangan sampai tanam untuk orang. Dari segi estetika itu masuk. Nanti saya mau buat kolam juga di green haouse karena saya juga jual jasa pembuatan kolam,” terang dia.
Robertus mengaku mengeluarkan biaya sekitar Rp5 juta untuk membuat 50 tonggak vanili di samping rumahnya. Menurutnya ada media tanam yang lebih murah dengan menggunakan polibag dan bambu sebagai pembatas namun dikhawatirkan mudah rusak sehingga tidak efektif.
“Rp5 juta di luar bokasi dan sabut kelapa. Saya mau pakai bambu namun takutnya setelah vanili mulai berproduksi bambunya rusak, makanya saya pakai pembatas campuran semen untuk bagian dasar tempat pembatas lajur-lajur tempat tanam stek dan pemberian pupuk,” bebernya.
Baca juga: Jenazah Ibu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Dimakamkan di TPU Dusun Gadingan
Selain itu dalam satu tonggak ditanam empat stek tanaman vanili yang dalam perkiraannya akan bisa menghasilkan minimal lima kilogram vanili mentah atau minimal satu kilogram vanili kering. Untuk panen bisa dalam tempo dua tahun butuh perlakuan yang bagus. Karena bila secara alamiah vanili baru bisa berproduksi dalam tempo 3 tahun.
“Dari 5 stek tiap tonggak, kalau nutrisinya bagus bisa menghasilkan 10 sulur produksi pada tiap tonggak. Dan hasilnya paling minim 5 kg basah. Dalam perhitungan 6 kg basah baru menghasilkan 1 kg kering,” ungkap Robert.
Menurut Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do, dalam kunjungannya ke beberapa petani vanili untuk menghargai dan merangsang para petani vanili dalam pengembangan usahanya mengatakan, vanili adalah tanaman bernilai ekonomis tinggi. Menurut Don, vanili pernah berjaya namun karena persaingan usaha nilai jualnya menjadi turun.
"Dulu daerah di sekitar Mauponggo ini pernah berjaya karena komoditi vanili namun karena dalam tanaman vanili diselipi dengan paku atau serbuk besi untuk menambah beratnya maka harganya turun drastis sehingga membuat petani tidak bergairah,” ungkap dia.
Don menilai, vanili menjadi pilihan utama karena ini adalah komoditi yang bisa dikembangkan di lahan sempit dan cukup efektif didukung dengan iklim dan etos kerja warga. Balai penyuluh pertanian di Kecamatan Mauponggo harus bisa juga mengembangkan vanili di lahan sempit. Ia berharap 3 tahun ke depan para petani bisa menghasilkan panen yang baik.
?
“Yang dilakukan beberapa petani ada sebuah inovasi, ada intensifikasi pertanian dengan pengotimalan lahan yang ada untuk meningkatkan produktivitas pertanian,” puji Don.
Sedangkan dalam mendukung upaya petani di Kecamatan Mauponggo dalam pengembangan vanili, Kepala Bank NTT Mbay, Mathias Nara Tifaona mengatakan, pihaknya bisa membantu para petani vanili lewat kredit usaha merdeka.
Menurut Matias, ia sangat mendukung inovasi dan pengembangan usaha para petani terutama petani cengkeh dan vanili. Baginya karena skema kredit saat ini dalam kredit merdeka bisa memungkinkan petani mengembangkan usaha tanaman vanili tanpa agunan dan bunga.
“Kredit merdeka kami buat untuk memutus mata rantai rentenir yang sudah berjalan pada petani cengkeh. Kredit ini tanpa bunga dan agunan dengan besaran Rp5 jutaan untuk jangka waktu satu tahun. Bila dalam 2 tahun petani vanili sudah bisa panen, memungkinkan untuk diberikan kredit agar bisa meningkatkan produktivitasnya,“ jelasnya.
?
“Yang dilakukan beberapa petani ada sebuah inovasi, ada intensifikasi pertanian dengan pengotimalan lahan yang ada untuk meningkatkan produktivitas pertanian,” puji Don.
Sedangkan dalam mendukung upaya petani di Kecamatan Mauponggo dalam pengembangan vanili, Kepala Bank NTT Mbay, Mathias Nara Tifaona mengatakan, pihaknya bisa membantu para petani vanili lewat kredit usaha merdeka.
Menurut Matias, ia sangat mendukung inovasi dan pengembangan usaha para petani terutama petani cengkeh dan vanili. Baginya karena skema kredit saat ini dalam kredit merdeka bisa memungkinkan petani mengembangkan usaha tanaman vanili tanpa agunan dan bunga.
“Kredit merdeka kami buat untuk memutus mata rantai rentenir yang sudah berjalan pada petani cengkeh. Kredit ini tanpa bunga dan agunan dengan besaran Rp5 jutaan untuk jangka waktu satu tahun. Bila dalam 2 tahun petani vanili sudah bisa panen, memungkinkan untuk diberikan kredit agar bisa meningkatkan produktivitasnya,“ jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)