MS didampingi orangtuanya usai mediasi bersama para pihak di Polres Bengkulu Tengah di Bengkulu, Rabu (19/5/2021) ANTARA/Anggi Mayasari
MS didampingi orangtuanya usai mediasi bersama para pihak di Polres Bengkulu Tengah di Bengkulu, Rabu (19/5/2021) ANTARA/Anggi Mayasari

Menghina Palestina di Tik Tok, Pelajar SMA di Bengkulu Dikeluarkan dari Sekolah

Antara • 19 Mei 2021 11:02

Dalam rapat bersama para pihak itu, MS juga telah menyampaikan permintaan maaf dan menyatakan tindakannya itu spontan sebagai bentuk keisengan dengan tujuan mengikuti tren bermedia sosial. MS tidak menyangka akan berbuntut panjang.
 
"Saya minta maaf atas perbuatan saya, baik kepada warga Palestina maupun seluruh warga Indonesia. Saya hanya iseng dan bercandaan saja bukan maksud berbuat apa-apa dan saya juga tidak menyangka bisa seramai ini," ujarnya.
 
Tindakan sekolah yang memutuskan mengeluarkan MS mendapat sorotan dari aktivis perlindungan perempuan dan anak. Direktur Pusat Pendidikan Perempuan dan Anak (PUPA) Susi Handayani mengatakan mengeluarkan MS dari sekolah adalah bentuk penghukuman yang seharusnya tidak lagi diberikan kepada anak sesuai dengan UU nomor 35 tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Baca: PM Palestina Minta DK PBB Nyatakan Aksi Israel di Gaza Ilegal
 
"Pertama kita semua mengakui apa yang dilakukan anak itu salah tapi yang diberikan seharusnya sanksi yang berdampak baik bagi anak, bukan hukuman. Karena semangat UU Perlindungan Anak tidak ada lagi hukuman bagi anak," kata Susi.
 
Bentuk sanksi yang dapat diberikan kepada anak itu menurut Susi antara lain membuat konten pendidikan di media sosial yang ia gunakan dalam durasi tertentu. Sehingga bentuk sanksi itu mencerahkan bagi dirinya dan pubik.
 
Ia menilai, kebijakan mengeluarkan anak dari sekolah adalah pola penghukuman karena mengacu pada poin-poin pelanggaran tata tertib sekolah dan hukumannya adalah dikeluarkan dari sekolah. Semestinya, kata dia pola tersebut tidak diterapkan lagi dalam sistem pendidikan yang memerdekakan.
 
Baca: Hampir 200 Warga Palestina Meninggal Akibat Serangan Israel
 
Selain itu menurut Susi, dalam mediasi dengan berbagai pihak yang digelar beberapa hari lalu, MS seharusnya juga memiliki pendamping. Sedangkan saat mediasi, MS hanya didampingi orang tua, maka kata dia,  posisi MS sangat lemah dan hanya menerima semua keputusan yang ditimpakan padanya.
 
"Saat anak dihadirkan dalam proses mediasi seharusnya didampingi karena dia dihadirkan sebagai orang yagn bersalah tentu ada tekanan psikologis. Maka semua hal dia terima karena posisinya lemah," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(LDS)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan