Malang: Berkah Ramadan tahun ini tak begitu dirasakan oleh para perajin sarung tenun di Jalan Indrokilo Selatan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sarung tenun tradisional hasil produksi mereka justru sepi pesanan jelang bulan suci.
Misbach, 63, perajin di industri sarung tenun rumahan di Lawang, mengakui bisnis sarung tenun tradisional mengalami pasang surut dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, industri sarung tenun rumahan tempatnya bekerja sempat berhenti beroperasi saat pandemi covid-19
"Sekarang sepi, tinggal beberapa pekerja yang mengelola," kata perajin di industri sarung tenun rumahan milik Ridho B Mansyur ini, Senin, 20 Maret 2023.
Misbach menyebutkan, saat ini telah banyak bertebaran berbagai merek sarung tenun hasil produksi mesin pabrik yang dijual di pasaran. Hal itu dinilainya membuat industri sarung tenun rumahan kalah saing.
"Kalau sarung sekarang sudah banyak yang menggunakan mesin pabrik. Diproduksi jumlah lebih besar dan harganya banyak yang dibawah sarung tenun tradisional," imbuh perajin sarung tenun senior itu.
Beberapa tahun sebelumnya, pesanan yang masuk di industri sarung tenun rumahan tempat Misbach bekerja selalu naik jelang Ramadan hingga Idulfitri. Namun modernisasi teknologi produksi membuat pesanan sarung menurun cukup drastis.
Misbach menerangkan, sebelumnya industri sarung tenun rumahan tempatnya bekerja bisa memproduksi 80 sarung dalam sepekan. Namun kini hanya sekitar 20-25 sarung saja.
"Dulu sering saat puasa kirim 10 bal sampai ke Surabaya atau daerah lain. Sekarang hanya 2-3 bal," imbuhnya.
Industri sarung tenun rumahan tempat Misbach bekerja hingga saat ini masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Alat ini digunakan untuk proses penenunan yang digerakkan langsung oleh manusia.
Ada dua jenis sarung yang diproduksi menggunakan alat ini. Yakni sarung merek Utara yang menggunakan benang impor dari India, dan sarung merek Laila yang menggunakan benang lokal.
Sarung merek Utara dibanderol dengan harga Rp120 ribu per sarung, dan sarung merek Laila dengan harga Rp220 ribu per sarung. Kedua jenis sarung ini sering dipesan oleh pemesan dari luar Pulau Jawa.
"Bisa tembus ke luar Jawa dari Pasuruan, Madura hingga Banjarmasin," imbuhnya.
Para perajin di industri rumahan ini dibayar dengan sistem borongan. Masing-masing perajin mendapat honor Rp45 ribu per sarung yang diproduksi. Rata-rata perajin bisa memproduksi dua hingga tiga sarung dalam sehari.
"Masih terus dijalani saja, kalau pekerja juga tidak banyak dan bisanya ini yang dilakukan. Yang jelas masih bisa beroperasi sudah bagus," jelasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Malang: Berkah Ramadan tahun ini tak begitu dirasakan oleh para perajin sarung tenun di Jalan Indrokilo Selatan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sarung tenun tradisional hasil produksi mereka justru sepi
pesanan jelang bulan suci.
Misbach, 63, perajin di industri sarung tenun rumahan di Lawang, mengakui bisnis sarung tenun tradisional mengalami pasang surut dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, industri sarung tenun rumahan tempatnya bekerja sempat berhenti beroperasi saat pandemi covid-19
"Sekarang sepi, tinggal beberapa pekerja yang mengelola," kata perajin di industri sarung tenun rumahan milik Ridho B Mansyur ini, Senin, 20 Maret 2023.
Misbach menyebutkan, saat ini telah banyak bertebaran berbagai merek sarung tenun hasil produksi mesin pabrik yang dijual di pasaran. Hal itu dinilainya membuat industri sarung tenun
rumahan kalah saing.
"Kalau sarung sekarang sudah banyak yang menggunakan mesin pabrik. Diproduksi jumlah lebih besar dan harganya banyak yang dibawah sarung tenun tradisional," imbuh perajin sarung tenun senior itu.
Beberapa tahun sebelumnya, pesanan yang masuk di industri sarung tenun rumahan tempat Misbach bekerja selalu naik jelang Ramadan hingga Idulfitri. Namun modernisasi teknologi produksi membuat pesanan sarung menurun cukup drastis.
Misbach menerangkan, sebelumnya industri sarung tenun rumahan tempatnya bekerja bisa memproduksi
80 sarung dalam sepekan. Namun kini hanya sekitar 20-25 sarung saja.
"Dulu sering saat puasa kirim 10 bal sampai ke Surabaya atau daerah lain. Sekarang hanya 2-3 bal," imbuhnya.
Industri sarung tenun rumahan tempat Misbach bekerja hingga saat ini masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Alat ini digunakan untuk proses penenunan yang digerakkan langsung oleh manusia.
Ada dua jenis sarung yang diproduksi menggunakan alat ini. Yakni sarung merek Utara yang menggunakan benang impor dari India, dan sarung merek Laila yang menggunakan benang lokal.
Sarung merek Utara dibanderol dengan harga Rp120 ribu per sarung, dan sarung merek Laila dengan harga Rp220 ribu per sarung. Kedua jenis sarung ini sering dipesan oleh pemesan dari luar Pulau Jawa.
"Bisa tembus ke luar
Jawa dari Pasuruan, Madura hingga Banjarmasin," imbuhnya.
Para perajin di industri rumahan ini dibayar dengan sistem borongan. Masing-masing perajin mendapat honor Rp45 ribu per sarung yang diproduksi. Rata-rata perajin bisa memproduksi dua hingga tiga sarung dalam sehari.
"Masih terus dijalani saja, kalau pekerja juga tidak banyak dan bisanya ini yang dilakukan. Yang jelas masih bisa beroperasi sudah bagus," jelasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)