Jombang: Sejumlah budayawan dan pemerhati sejarah di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menolak penetapan tanggal 21 Oktober sebagai Hari Jadi Pemerintahan Kabupaten Jombang. Mereka menyebut penetapan itu bernuansa politis dan tercerabut dari akar sejarah masyarakat secara utuh.
"Tanggal 21 Oktober tahun 1910 yang dijadikan acuan Pemkab sebagai hari jadi, tidak cocok dengan fakta sejarah. Justru saya melihat ada nuansa politis dan terlalu dipaksakan karena fakta sejarahnya bernuansa Nederland sentris," kata Ketua Lembaga Pengembangan Potensi Masyarakat Jombang (LP2M), Moh Hamim Thohari, di JOmbang, Minggu, 4 Oktober 2020.
Baca: Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Sleman
Hamim menjelaskan dalam proses penetapan hari jadi, seharusnya pemkab mempertimbangkan 5 kriteria. Pertama data historis yang berkaitan dengan tekstual dan artefaktual. Kedua adanya pemerintahan yang teratur pada waktu itu. Dan ketiga mempunyai identitas lokal.
Kriteria ke empat yakni ada sejarah yang menimbulkan kebanggaan bagi daerah. Sedangkan kriteria kelima ada sejarah yang bersifat Indonesia-sentris dan bukan sejarah yang bersifat naderland sentris.
"Jadi tanggal 21 Oktober 1910 itu jelas ada cacat sejarah. Karena massa itu merupakan awal dari pemerintahan pertama di Kabupaten Jombang, dimasa penjajahan belanda. Masak hari jadi itu aromanya penjajahan, bukan perjuangan, kan jadi aneh," jelasnya.
Dikatakan Hamim dalam catatan sejarah ada tiga pilihan yang seharusnya bisa dijadikan pijakan dalam menentukan hari jadi. Tiga era itu merupakan jejak sejarah bangsa dan bukan jejak sejarah penjajahan belanda, seperti tanggal 13 Desember 1323, tanggal 3 April 1022 dan 06 November 1041.
"Misalnya pada tahun 1323, massa ditandainya prasasti tuhanaru atau prasasti Jayanegara II. Sebelum itu ada juga prasasti Kusambyan era airlangga. Ini semua bukti sejarah, jejaknya ada. Bukan era penjajahan belanda yang kita peringati terus terusan sampai anak cucu," ungkapnya.
Lebih lanjut Hamim mengaku akan terus meminta pemkab jombang merevisi keputusan hari jadi tersebut meski Bupati Jombang, Mundjidah Wahab, sudah mengeluarkan Perbub 63/2019.
"Kami tetap ingin ada revisi. Sebab ini semua merupakan hasil kajian dan diskusi dari sejumlah budayawan selama bertahun-tahun. Satu lagi, kalau serius kan otomatis ada Perda bukan cuma Perbub saja," ujarnya.
Diketahui Berdasarkan data Pemkab Jombang, 21 Oktober, sudah ditetapkan sebagai Hari Jadi Pemkab Jombang. Penetapan ini didasarkan dari dokumen Pemerintah Hindia Belanda, yang menyebut pada tahun 1910, pemerintahan di wilayah Jombang berdiri selepas ada peleburan di wilayah Sedayu, Gresik dan Mojokerto.
Pada Jumat Pahing tanggal 21 Oktober 1910, Jombang ditetapkan berdiri sendiri oleh Pemerintahan Hindia Belanda dengan menunjuk bupati R.A.A Soeroadiningrat, sebagai bupati pertama.
Jombang: Sejumlah budayawan dan pemerhati sejarah di
Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menolak penetapan tanggal 21 Oktober sebagai Hari Jadi Pemerintahan Kabupaten Jombang. Mereka menyebut penetapan itu bernuansa politis dan tercerabut dari akar sejarah masyarakat secara utuh.
"Tanggal 21 Oktober tahun 1910 yang dijadikan acuan Pemkab sebagai hari jadi, tidak cocok dengan fakta sejarah. Justru saya melihat ada nuansa politis dan terlalu dipaksakan karena fakta sejarahnya bernuansa Nederland sentris," kata Ketua Lembaga Pengembangan Potensi Masyarakat Jombang (LP2M), Moh Hamim Thohari, di JOmbang, Minggu, 4 Oktober 2020.
Baca:
Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Sleman
Hamim menjelaskan dalam proses penetapan hari jadi, seharusnya pemkab mempertimbangkan 5 kriteria. Pertama data historis yang berkaitan dengan tekstual dan artefaktual. Kedua adanya pemerintahan yang teratur pada waktu itu. Dan ketiga mempunyai identitas lokal.
Kriteria ke empat yakni ada sejarah yang menimbulkan kebanggaan bagi daerah. Sedangkan kriteria kelima ada sejarah yang bersifat Indonesia-sentris dan bukan sejarah yang bersifat naderland sentris.
"Jadi tanggal 21 Oktober 1910 itu jelas ada cacat sejarah. Karena massa itu merupakan awal dari pemerintahan pertama di Kabupaten Jombang, dimasa penjajahan belanda. Masak hari jadi itu aromanya penjajahan, bukan perjuangan, kan jadi aneh," jelasnya.
Dikatakan Hamim dalam catatan sejarah ada tiga pilihan yang seharusnya bisa dijadikan pijakan dalam menentukan hari jadi. Tiga era itu merupakan jejak sejarah bangsa dan bukan jejak sejarah penjajahan belanda, seperti tanggal 13 Desember 1323, tanggal 3 April 1022 dan 06 November 1041.