Jakarta: Absennya Presiden Joko Widodo dalam Hari Ulang Tahun (HUT) ke-51 PDIP semakin menampakan ketidakharmonisan hubungan Presiden dengan Ketua Umum Megawati Soekarno Putri. Alasan PDIP menyebut ketidakhadiran karena berbenturan dengan agenda kunjungan Presiden ke luar negeri dinilai kurang tegas.
"Sikap PDIP tak mengundang Jokowi pada dasarnya juga benar-benar tidak tegas, malah argumentasinya membingungkan publik. Sebab kader PDIP berbicara Jokowi tak diundang karena mengetahui Jokowi bertepatan pula dengan agenda kunjungan kenegaraan di Fiilipina, artinya Jokowi ingin diundang," kata Pengamat Politik Citra Institute Efriza, Jumat, 12 Januari 2024.
Sedangkan, Efriza melanjutkan, Megawati sebagai Ketua Umum PDIP menunjukkan sikap hanya mengundang yang berkenaan hadir. Sehingga hal ini menunjukkan seakan-akan Jokowi dianggap tak mau hadir.
Sementara, pihak dari kubu capres Ganjar-Mahfud justru memperkeruh situasi hubungan PDIP dan Jokowi. Mereka menilai ketidakhadiran Jokowi bukan masalah serius.
"Juga disertai pernyataan keras PDIP hadir bukan karena satu tokoh saja apalagi tokoh yang bergabung sekian puluh tahun saja ini, pernyataan sinis ini ditujukan kepada Jokowi," ujarnya.
Efriza melanjutkan, jika dicermati dari berbagai peristiwa kebersamaan Jokowi dan PDIP, partai moncong putih itu bukan tak membutuhkan Jokowi. Hanya saja Jokowinya yang sudah menarik diri dari mendukung PDIP maupun Ganjar.
"Ini yang menyebabkan PDIP mau tidak mau harus bersikap harus bersikap tak lagi membutuhkan Jokowi untuk mendongkrak elektabilitas PDIP maupun Ganjar Pranowo," ucapnya.
Mestinya, kata Efriza, PDIP satu nada saja agar tak menimbulkan kebingungan publik. Misalnya perlu mengatakan saat ini Jokowi sudah merupakan masa lalu. Bahkan, PDIP mesti berani bersikap seperti mengumumkan kepada publik bahwa Jokowi meski kader PDIP, tetapi status keanggotaan Jokowi sedang dibekukan.
"Karena tidak mematuhi budaya organisasi partai, jika ingin statusnya diaktifkan maka ia harus meminta maaf dan berusaha mematuhi budaya berorganisasi PDIP," ucapnya.
Efriza menyebut, jika sikap ini dilakukan oleh PDIP, maka kasus Jokowi ini bisa menjadi contoh bagi kader-kader lain bahwa organisasi lebih tinggi posisinya ketimbang kader meski jabatannya Presiden sekalipun.
"Sehingga preseden buruk Jokowi tak terjadi di masa depan," jelasnya.
Jakarta: Absennya
Presiden Joko Widodo dalam Hari Ulang Tahun (HUT) ke-51 PDIP semakin menampakan ketidakharmonisan hubungan Presiden dengan Ketua Umum Megawati Soekarno Putri. Alasan PDIP menyebut ketidakhadiran karena berbenturan dengan agenda kunjungan Presiden ke luar negeri dinilai kurang tegas.
"Sikap PDIP tak mengundang Jokowi pada dasarnya juga benar-benar tidak tegas, malah argumentasinya membingungkan publik. Sebab kader
PDIP berbicara Jokowi tak diundang karena mengetahui Jokowi bertepatan pula dengan agenda kunjungan kenegaraan di Fiilipina, artinya Jokowi ingin diundang," kata Pengamat Politik Citra Institute Efriza, Jumat, 12 Januari 2024.
Sedangkan, Efriza melanjutkan, Megawati sebagai
Ketua Umum PDIP menunjukkan sikap hanya mengundang yang berkenaan hadir. Sehingga hal ini menunjukkan seakan-akan Jokowi dianggap tak mau hadir.
Sementara, pihak dari kubu capres Ganjar-Mahfud justru memperkeruh situasi hubungan PDIP dan Jokowi. Mereka menilai ketidakhadiran Jokowi bukan masalah serius.
"Juga disertai pernyataan keras PDIP hadir bukan karena satu tokoh saja apalagi tokoh yang bergabung sekian puluh tahun saja ini, pernyataan sinis ini ditujukan kepada Jokowi," ujarnya.
Efriza melanjutkan, jika dicermati dari berbagai peristiwa kebersamaan Jokowi dan PDIP, partai moncong putih itu bukan tak membutuhkan Jokowi. Hanya saja Jokowinya yang sudah menarik diri dari mendukung PDIP maupun Ganjar.
"Ini yang menyebabkan PDIP mau tidak mau harus bersikap harus bersikap tak lagi membutuhkan Jokowi untuk mendongkrak elektabilitas PDIP maupun Ganjar Pranowo," ucapnya.
Mestinya, kata Efriza, PDIP satu nada saja agar tak menimbulkan kebingungan publik. Misalnya perlu mengatakan saat ini Jokowi sudah merupakan masa lalu. Bahkan, PDIP mesti berani bersikap seperti mengumumkan kepada publik bahwa Jokowi meski kader PDIP, tetapi status keanggotaan Jokowi sedang dibekukan.
"Karena tidak mematuhi budaya organisasi partai, jika ingin statusnya diaktifkan maka ia harus meminta maaf dan berusaha mematuhi budaya berorganisasi PDIP," ucapnya.
Efriza menyebut, jika sikap ini dilakukan oleh PDIP, maka kasus Jokowi ini bisa menjadi contoh bagi kader-kader lain bahwa organisasi lebih tinggi posisinya ketimbang kader meski jabatannya Presiden sekalipun.
"Sehingga preseden buruk Jokowi tak terjadi di masa depan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(WHS)