Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto: AFP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto: AFP

Diminta Bebaskan Dermawan yang Dipenjara, Erdogan Ancam Usir 10 Dubes

Fajar Nugraha • 22 Oktober 2021 07:00
Ankara: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam sepuluh duta besar atas seruan mereka untuk pembebasan seorang dermawan yang dipenjara.
 
Erdogan mengatakan bahwa tuntutan mereka "tidak bertanggung jawab" dan mengancam akan mengusir mereka dari Turki. Duta besar yang mewakili sepuluh negara berbeda dipanggil ke kementerian luar negeri Turki pada Selasa.
 
Mereka termasuk pejabat dari Prancis, Jerman, Belanda, Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia, Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Selandia Baru.

Para duta besar telah merilis sebuah pernyataan yang menyerukan resolusi "adil dan tepat waktu" untuk kasus Osman Kavala.
 
Surat itu menyatakan bahwa penundaan dalam kasus Kavala "membayangi penghormatan terhadap demokrasi, supremasi hukum dan transparansi".
 
Langkah itu membuat marah pejabat pemerintah di Ankara, yang menuduh negara-negara itu ikut campur dalam peradilan Turki.
 
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa surat mereka "kurang ajar" dan "tidak dapat diterima."
 
"Turki adalah negara demokratis yang diatur oleh aturan hukum yang menghormati hak asasi manusia. Peradilan Turki tidak akan terpengaruh oleh pernyataan tidak bertanggung jawab seperti itu," tegas Kementerian Luar Negerti Turki, seperti dikutip Euronews, Jumat 22 Oktober 2021
 
Kavala, seorang pengusaha dan dermawan, telah ditahan di penjara sejak 2017 meskipun tidak pernah dihukum karena kejahatan.
 
Pria berusia 64 tahun itu dibebaskan tahun lalu dari tuduhan terkait dengan protes antipemerintah nasional pada tahun 2013 yang dimulai di Taman Gezi Istanbul.
 

 
Namun keputusan itu dibatalkan dan dia juga didakwa melakukan spionase dan berusaha menggulingkan pemerintah sehubungan dengan kudeta militer yang gagal pada 2016.
 
Kavala menghadapi hukuman seumur hidup di penjara tanpa pembebasan bersyarat jika terbukti bersalah. Aktivis tersebut telah menolak semua tuduhan terhadapnya sementara kelompok hak asasi manusia mengecam kasus tersebut sebagai bermotif politik.
 
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menyerukan "pembebasan segera" Kavala pada 2019, menyatakan bahwa pemenjaraannya dimaksudkan untuk membungkamnya, dan tidak didukung oleh bukti kriminal apa pun. Pihak berwenang Turki telah mengabaikan keputusan itu.
 
Dewan Eropa mengatakan akan memulai proses pelanggaran terhadap Turki jika Kavala tidak dibebaskan pada akhir November.
 
Sidang berikutnya di Turki dalam kasus Kavala akan diadakan pada 26 November, lebih dari empat tahun setelah dia pertama kali dipenjara.
 
Secara terpisah, jaksa Turki juga telah memerintahkan penangkapan 158 personel militer, termasuk 33 perwira yang bertugas, dalam operasi yang menargetkan pendukung Fethullah Gulen. Gulen, seorang ulama Muslim, telah disalahkan oleh pemerintah Turki atas upaya kudeta yang gagal pada 2016.
 
Mantan sekutu Erdogan itu tinggal di pengasingan di Amerika Serikat dan menyangkal kaitan apapun dengan kudeta. Investigasi terbaru, yang membentang di 41 provinsi, adalah bagian dari tindakan keras selama lima tahun terhadap jaringan Gulen.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan