Dilansir dari laman TRT World, jutaan warga Palestina dan semua pendukungnya di seluruh dunia memperingati 73 tahun Hari Nakba atau 'Musibah' pada Sabtu kemarin, 15 Mei 2021. Hari Nakba digelar berbarengan dengan deklarasi kemerdekaan Israel.
Bagi warga Palestina, tanggal 15 Mei menyimbolkan sebuah tragedi di saat mereka semua terusir dari tanah sendiri. Sementara bagi Zionis, tanggal 15 Mei menandai terpenuhinya tujuan akhir mereka dalam mendirikan negara sendiri setelah terasing selama ribuan tahun.
Negara Israel terbentuk setelah perang di tahun 1947 antara Palestina -- yang didukung sejumlah negara Arab -- dan pendatang Yahudi yang datang dalam jumlah besar. Para Yahudi itu datang dengan membawa semangat nasionalisme bernama Zionisme.
Selama ratusan tahun, kelompok Yahudi dan Arab tinggal di Palestina sebagai bagian dari Kekaisaran Ottoman. Namun status quo itu berakhir setelah Perang Dunia I dan berdirinya Mandat Inggris Palestina.
Deklarasi Balfour oleh Inggris di tahun 1917 berujung pada penyerahan Palestina kepada gerakan Zionis meski mayoritas masyarakat di kawasan adalah etnis berbahasa Arab.
Selama tiga dekade, laju migrasi Yahudi ke wilayah tersebut semakin meningkat sehingga menimbulkan gesekan dan ketegangan dengan masyarakat lokal Palestina. Warga Palestina khawatir dapat terusir dari tempat tinggal mereka di tengah banyaknya jumlah Yahudi yang terus berdatangan.
Kekhawatiran mereka benar-benar terjadi saat para pendatang Zionis membentuk sejumlah grup milisi dengan tujuan mengamankan sebanyak mungkin wilayah demi pembentukan negara di masa mendatang. Sejumlah desa-desa Arab pun menghilang dari peta sebagai hasil dari pergerakan para milisi tersebut.
Mengusir Warga Palestina
Meski Israel mencoba meyakinkan dunia bahwa warga Palestina pergi secara sukarela pada 1948, namun catatan sejarah dan sejumlah pernyataan dari petinggi Zionis memaparkan dengan jelas adanya kampanye untuk mengusir masyarakat Palestina dari tanah mereka sendiri.
Di awal tahun 1937, pemimpin Zionis bernama David Ben-Gurion -- yang menjadi perdana menteri pertama Israel -- menegaskan bahwa masyarakat Palestina harus 'dibersihkan' dari wilayah yang sudah dikuasai atau sedang dalam proses perebuatan melalui kekuatan tempur.
"Kita harus mengusir Arab dan mengambil tempat mereka," ucap Ben-Gurian dalam sebuah surat kepada anaknya.
Di akhir Perang Dunia II, nasib buruk yang menimpa Yahudi di Eropa dalam peristiwa Holocaust memperkuat tekad pendatang Zionis untuk membentuk negara sendiri di tanah-tanah yang sudah mereka rebut dan kuasai.
Taktik Zionis
Dalam buku berjudul The Ethnic Cleansing of Plaestina, pakar sejarah Israel Ilan Pappe memaparkan detail yang digunakan milisi Zionis dalam mengusir masyarakat Palestina dari desa-desa dan tanah mereka.
Taktik Zionis meliputi pembantaian, seperti yang terjadi di desa Deir Yassin dan Abu Shusha, dan juga ancaman pembunuhan kepada warga di sejumlah wilayah lainnya. Warga Palestina yang merasa terancam pun terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Sejumlah milisi Zionis juga dikabarkan memperkosa sejumlah perempuan, termasuk anak di bawah umur, selama perang 1948. Peristiwa semacam itu memaksa warga Palestina pergi dari tempat tinggal mereka karena khawatir terkena imbas perang.
Secara total, sekitar 700 ribu warga Palestina terusir dari tempat tinggal mereka dan tidak pernah kembali lagi sejak 1948. Saat ini, keturunan dari 700 ribu warga Palestina itu sudah berjumlah jutaan, dan ingin kembali ke tanah orang tua mereka. Namun otoritas Israel melarang hal tersebut karena merasa tanah-tanah tersebut adalah bagian dari rampasan perang.
Nakba Tanpa Akhir
Penderitaan warga Palestina semakin bertambah saat Tepi Barat dan Jalur Gaza jatuh ke tangan Israel selama perang 1967. Jutaan warga Palestina, termasuk keturunan dari masyarakat yang terusir di tahun 1948, kini harus hidup di bawah kekuasaan militer Israel.
Hingga 2010, sekitar 42 persen wilayah di Tepi Barat berada di bawah yurisdiksi pemukim Israel atau secara langsung dikuasai militer Israel. Pada April 2020, PM Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana menganeksasi Tepi Barat dengan dukungan Amerika Serikat.
Bagi banyak warga Palestina, rencana aneksasi dan juga ketegangan terkini antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza, adalah fase lanjutan dari sebuah proses yang dimulai dengan hilangnya tanah mereka di tahun 1948.
Baca: Eskalasi Ketegangan Israel-Palestina
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News