Pemukiman Yahudi di wilayah Golan yang dicaplok Israel. Foto: AFP
Pemukiman Yahudi di wilayah Golan yang dicaplok Israel. Foto: AFP

Israel Tambah Populasi Pemukim Yahudi di Dataran Tinggi Golan

Medcom • 27 Desember 2021 10:05
Golan: Pemerintah Israel menyetujui rencana Rp4,5 triliun untuk menggandakan populasi pemukim Yahudi di Dataran Tinggi Golan pada Minggu, 26 Desember 2021. Penyetujuan rencana tersebut terjadi setelah 40 tahun mencaplok wilayah yang direbut dari Suriah.
 
Dilansir dari France 24, Senin, 27 Desember 2021, Kabinet Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett memberikan suara, mendukung rencana yang bertujuan untuk membangun 7.300 rumah pemukim di wilayah itu selama periode lima tahun.
 
Dukungan pemimpin berusia 49 tahun tersebut disampaikan selama pertemuan dengan komunitas Mevo Hama di Golan.

Mereka menyerukan satu miliar shekel Israel dihabiskan untuk perumahan, infrastruktur, dan proyek lainnya. Hal ini bertujuan untuk menarik sekitar 23 ribu pemukim Yahudi baru ke daerah itu, yang disita selama Perang Enam Hari 1967.
 
“Tujuan kami hari ini adalah menggandakan populasi Dataran Tinggi Golan,” kata Perdana Menteri Bennett.
 
PM dari sayap kanan Israel itu terpaksa meninggalkan pertemuan, setelah putrinya yang berusia 14 tahun dinyatakan positif terkena virus korona dan harus diisolasi. Namun, pemungutan suara pada program tersebut dilanjutkan setelah penundaan.
 
Sekitar 25 ribu pemukim Israel dilaporkan menetap di Dataran Tinggi Golan, bersama dengan sekitar 23 ribu Druze yang tetap tinggal di tanah itu setelah Israel merebutnya. Israel mencaplok wilayah tersebut pada 14 Desember 1981, langkah yang tidak diakui oleh sebagian besar masyarakat internasional.
 
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang secara luas dipandang pro-Israel diketahui memberikan pengakuan AS atas kedaulatan Israel atas Golan pada 2019.
 
“Dataran Tinggi Golan adalah milik Israel. Ini sudah terbukti dengan sendirinya,” ujar Bennett.
 
“Fakta bahwa pemerintahan Trump mengakui ini, dan fakta bahwa pemerintahan Presiden AS, Joe Biden telah memperjelas bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan ini, juga penting,” ucap Bennett.
 

 
Tak lama setelah Biden menjabat pada Januari, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menyarankan terdapat pertanyaan hukum seputar langkah Trump, yang dikecam Suriah sebagai “pelanggaran mencolok” terhadap kedaulatannya.
 
Namun, Blinken mengindikasikan tidak ada pemikiran untuk berbalik arah, terutama dengan berlanjutnya perang saudara Suriah.
 
Bennett pun mengklaim bahwa setelah satu dekade konflik di Suriah, seruan internasional untuk memulihkan kendali Suriah atas Golan diredam.
 
“Setiap orang yang berpengetahuan di dunia memahami bahwa lebih baik memiliki ketinggian Israel yang tenang, berkembang dan hijau dibandingkan dengan alternatif lainnya,” tutur Bennett.
 
Bennett merupakan pemimpin koalisi delapan partai ideologis, yang mengandalkan dukungan dari sayap kiri. Beberapa di kabinetnya, terutama dari Partai Meretz, secara vokal menentang rencana untuk memperluas permukiman di Tepi Barat, wilayah Palestina yang juga diduduki oleh Israel sejak 1967.
 
Kini, sekitar 475 ribu pemukim diketahui tinggal di Tepi Barat dalam komunitas yang secara luas dianggap ilegal menurut hukum internasional. Bennett juga merupakan mantan kepala dewan lobi pemukim yang menentang kenegaraan Palestina.
 
Namun, ia berpendapat bahwa persatuan dalam rencana Golan menunjukkan, kendali Israel atas wilayah itu adalah masalah “konsensus nasional.”
 
“Dataran Tinggi Golan, kebutuhan untuk memperkuat, mengolah dan hidup di dalamnya, tentu menjadi prinsip yang menyatukan semua orang disini,” tambahnya.
 
Israel dan Suriah, yang secara teknis masih berperang, dipisahkan oleh perbatasan de facto di Dataran Tinggi Golan. (Nadia Ayu Soraya)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan