Walaupun membayar sampai 400 persen lebih tinggi dari ONH yang paling murah untuk orang lokal, Aswin Mauludy Naufalfarras menilai biaya itu wajar. Ia ‘menghitung’ dari sisi berbeda.
“Kapasitas haji setiap tahun biasanya kan 4 juta sampai lima juta, bahkan ada yang sampai 7 juta. Kali ini hanya 60.000. Ya, alhamdulillah jadi nggak berdesak-desakkan, bisa leluasa, doanya bisa lebih fokus. Istirahatnya juga lebih cukup. Bahasanya ya tidak terkena capeknya haji-haji yang mungkin dirasakan orang yang 4 juta 5 juta itu,” tukas Aswin.

Tiga mahasiswa Indonesia yang berkesempatan haji. Foto: VOA Indonesia
Biaya itu, Indra menambahkan, terbayar dengan pelayanan yang, ia nilai, spesial. “Yang jelas berbedalah pengalamannya karena dari cerita teman-teman, di Mina ini tidurnya berjejer-jejer. Nah, sekarang itu bahkan dikasih tempat tidur khusus untuk setiap jemaah. Jadi, memang spesial sih. Beda dari cerita-cerita sebelumnya.”
Berhaji pada masa pandemi menuntut jemaah berdamai dengan banyak aturan. “Wajib pakai masker. Kalau tidak, akan kena denda seribu riyal satu orang,” imbuh Nur Ainun Sinambela.
Berbagai pengaturan juga diberlakukan untuk jemaah keluar masuk Masjidil Haram, harus terus menjaga jarak, dan tidak boleh berkumpul. Tetapi bagi Aswin, Akbar dan Indra, yang baru pertama kali beribadah haji, itu semua tidak masalah. Hanya satu yang mengganjal perasaan mereka: meskipun begitu dekat, mereka tidak bisa menyentuh Kaabah.
“Ya sedihnya di situ. Tidak bisa mencium Hajar Aswad,” pungkas Aswin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News