Marwan Barghouti, sudah lama menjadi tokoh yang dihormati di Fatah, partai sekuler yang menguasai Otoritas Palestina. Fatah didirikan bersama oleh Yaser Arafat, mantan pemimpin Palestina.
Meskipun menjalani hukuman seumur hidup di penjara Israel karena lima tuduhan pembunuhan, Barghouti sangat dihormati di antara banyak kader partai dan dianggap sebagai calon Presiden Palestina di masa depan.
Pada Rabu malam, tokoh berusia 61 tahun itu membentuk daftar pemilihan terpisah yang akan bersaing dengan Fatah, dalam pemilihan Mei. Ini memberikan tantangan langsung kepada pemimpin Fatah yang berusia 85 tahun, Mahmoud Abbas, Presiden dari Otoritas Palestina.
Faksi Barghouti bergabung dengan protagonis lama politik Palestina lainnya, Nasser al-Kidwa, keponakan Arafat dan mantan utusan Palestina untuk PBB. Al-Kidwa sudah memisahkan diri dari Fatah tahun ini.
Para pengamat yakin aliansi mereka dapat memecah suara Fatah, mungkin bertindak sebagai perusak yang dapat menguntungkan Hamas yang menguasai Gaza.
"Ini adalah perkembangan yang dramatis dan besar," kata Ghaith al-Omari, mantan penasihat Abbas dan analis senior di Washington Institute for Near East Policy, sebuah kelompok penelitian di Washington.
“Ini adalah tantangan besar yang dapat diangkat ke strategi pemilihan Abbas dan secara lebih umum pada kendalinya atas Fatah,” ujar Al-Omari, seperti dikutip The New York Times, Kamis 1 April 2021.
Abbas, yang telah memimpin Otoritas Palestina selama 16 tahun, menyerukan pemilihan baru pada Januari dengan harapan menegaskan kembali legitimasi demokrasinya dan membangun kembali pemerintahan Palestina yang bersatu. Otoritas mengelola sebagian Tepi Barat yang diduduki, sementara Hamas menjalankan Jalur Gaza.
Otoritas Palestina belum mengadakan pemilihan sejak 2006 untuk parlemennya, Dewan Legislatif Palestina. Abbas telah berulang kali menunda pemilu, setidaknya sebagian karena dia takut kalah dari Hamas, yang merebut kendali Jalur Gaza dari Otoritas Palestina yang dikelola Fatah pada 2007.
Abbas berharap pemilu baru pada akhirnya akan mengarah pada rekonsiliasi dengan Hamas. Sebaliknya, mereka telah mengekspos perebutan kekuasaan besar di dalam Fatah itu sendiri.
"Ini adalah salah satu perkembangan politik yang paling signifikan di Fatah sejak Abbas menjadi presiden pada tahun 2005," ucap Al-Omari.
“Barghouti dan Kidwa adalah kombinasi yang tidak bisa dengan mudah diremehkan oleh kepemimpinan Fatah. Mereka memiliki cadangan legitimasi yang sangat dalam di partai dan mereka mewakili tantangan besar bagi kekuasaan Abbas di dalamnya,” sebutnya.
Barghouti sempat mencalonkan diri sebagai presiden Otoritas Palestina pada tahun 2004, sebelum menarik dan mendukung Tuan Abbas. Dia pernah menjadi pemimpin pemberontakan Palestina di akhir 1980-an dan awal 2000-an, dan dihukum pada 2004 karena terlibat dalam pembunuhan lima orang Israel.
Dia dijatuhi hukuman lima hukuman seumur hidup dan berkampanye untuk jabatan dari sel penjara. Pendukung Fatah sekarang akan dipaksa untuk memilih di antara tiga faksi terkait Fatah. Mereka adalah Fatah sendiri, aliansi Barghouti-al-Kidwa, dan kelompok pecahan ketiga yang dipimpin oleh mantan kepala keamanan yang diasingkan, Muhammad Dahlan.
Anggota aliansi Barghouti mengatakan, mereka telah menciptakan faksi baru untuk merevitalisasi politik Palestina, yang semakin menjadi pertunjukan satu orang yang berpusat di sekitar Abbas. Selama ini Abbas telah memerintah dengan dekrit selama lebih dari satu dekade.
"Sistem politik Palestina tidak lagi hanya bisa direformasi," sebut Hani al-Masri, anggota aliansi baru, pada jumpa pers pada Rabu malam.
“Sistem itu membutuhkan perubahan besar,” menurutnya.
Seorang pejabat Fatah menyebut kelompok itu sebagai "pembalik."
"Bahkan dengan Nabi kami, Muhammad, ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Fatah kuat dan melekat satu sama lain,” kata Jibril Rajoub, sekretaris jenderal Komite Sentral Fatah, pada jumpa pers terpisah di luar Ramallah, Tepi Barat.
Abbas telah membatalkan pemilihan di masa lalu, dan beberapa percaya dia mungkin berusaha melakukannya lagi dalam beberapa minggu mendatang.Tetapi pada titik ini, pembatalan akan "sangat mahal, secara politis," kata Ghassan Khatib, seorang analis politik yang berbasis di Ramallah dan mantan menteri di bawah Abbas.
“Ada harga politik yang tinggi untuk itu,” tegasnya.
Menurut Khatib, harapan terbaik Abbas adalah agar otoritas Israel ikut campur dalam pemilihan. Hamas telah menuduh Israel menangkap beberapa pemimpinnya dan memperingatkan mereka untuk tidak berpartisipasi dalam pemilihan.
Pejabat Palestina mengatakan bahwa pemerintah Israel belum menanggapi permintaan untuk mengizinkan pemungutan suara di Yerusalem Timur. Dinamika ini yang bisa memberikan Abbas dalih untuk membatalkan suara.
“Abbas membutuhkan alasan yang dapat membenarkan keputusan seperti itu,” pungkas Khatib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id