Kasusnya adalah lambang kesulitan keamanan, politik, dan hukum yang dihadapi pemerintah di benua Eropa saat mereka berdebat apakah dan bagaimana mengambil kembali ratusan mantan militan ISIS dan pendukung mereka.
Baca juga: Trump Dorong Inggris Pulangkan dan Adili Militan ISIS.
Ketegangan muncul tentang bagaimana negara-negara Eropa Barat berurusan dengan radikal ISIS yang bergabung sejak lama dalam perang saudara Suriah, saat mereka kembali di Inggris, Prancis, dan Jerman.
Katalis ini merupakan ofensif pasukan yang didukung Amerika Serikat di benteng terakhir ISIS di Suriah timur laut. Washington dan sekutu militernya di Suriah dan Irak sudah meningkatkan upaya memindahkan militan asing yang ditangkap dari bekas wilayah yang dikuasai ISIS. Namun negara-negara Eropa menentang tekanan itu.
Prancis mengatakan pada Senin bahwa mereka akan menerima kepulangan militan atas dasar ‘kasus per kasus’. Tetapi tidak akan menuruti seruan Presiden AS Donald Trump untuk memulangkan para militan ISIS yang berasal dari Eropa.
Menteri Kehakiman Prancis Nicole Belloubet mengatakan kepada televisi France 2: "Pada tahap ini Prancis tidak menanggapi permintaan Trump."
London sudah mengambil garis keras dalam kasus Begum. Menteri dalam Negeri Inggris Sajid Javid mengatakan, dia akan tidak ragu untuk mencegah kembalinya warga negara Inggris yang telah mendukung organisasi teroris di luar negeri.
"Jika Anda berhasil kembali, Anda harus siap diinterogasi, diselidiki, dan berpotensi dituntut," kata Javid, seperti dikutip dari laman Financial Times, Selasa 19 Februari 2019.
Penelitian pada 2016 memperkirakan bahwa antara sekitar 3.900 hingga 4.300 warga negara anggota Uni Eropa telah menjadi militan ISIS. Menurut laporan Parlemen Eropa yang diterbitkan tahun lalu kebanyakan dari mereka berasal dari Inggris, Prancis, Jerman, dan Belgia. Diperkirakan 30 persen sudah kembali ke rumah.
Sekitar 1.500 perempuan dan anak-anak asing kini dilaporkan melarikan diri ke kamp gurun di luar benteng terakhir ISIS di Provinsi Hassakeh, Suriah. Lebih dari 40.000 orang hidup dalam kondisi yang mengerikan di kamp Al Hol dengan sedikit pilihan selain mencoba pulang.
Ancaman keamanan yang mungkin ditimbulkan oleh pengungsi yang kembali menjadi sumber kekhawatiran yang meningkat. Alex Younger, kepala MI6, dinas intelijen rahasia Inggris, berkata pekan lalu bahwa mereka "kemungkinan telah memperoleh keterampilan dan koneksi yang membuat mereka berpotensi sangat berbahaya".
Satu perkiraan bahwa sekitar 900 warga negara Inggris yang pergi bergabung dengan ISIS di Suriah, seperlima tewas, dua perlima telah kembali, dan dua perlima lainnya belum kembali.
Kekhawatiran lain yang mungkin terjadi berupa kemarahan publik dengan baik para militan yang kembali maupun pihak yang berwajib karena mengizinkan mereka kembali, terutama jika mereka tidak menunjukkan penyesalan. Begum sebelumnya mengatakan kepada media Inggris bahwa dia tidak menyesal bepergian ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Baca juga: Eropa Kesulitan Memenuhi Permintaan Trump soal Militan ISIS.
Steffen Seibert, juru bicara pemerintah Jerman, mengatakan Berlin berkoordinasi dengan mitra Eropa demi memutuskan bagaimana menangani jumlah 'dua digit setengah' orang Jerman yang diyakini sudah bertempur dengan ISIS dan sekarang ditahan pasukan Kurdi di Suriah timur laut.
Badan intelijen domestik Jerman, BfV, memperkirakan bahwa sejak 2013, lebih dari 1.050 militan meninggalkan negara itu ke Irak dan Suriah.
BfV telah menemukan bahwa sekitar sepertiga dari militan Jerman itu kini telah kembali ke Jerman, dengan 200 lainnya diperkirakan telah terbunuh di Suriah dan Irak. Dari mereka yang telah kembali, lebih dari 110 memainkan "bagian aktif" dalam pertempuran, dan tetap "menjadi subjek penyelidikan polisi dan peradilan", kata BfV dalam sebuah pernyataan.
Presiden Trump meningkatkan pertaruhan, akhir pekan, ketika dia mengancam akan membebaskan lebih dari 800 militan ISIS asing yang ditangkap jika negara-negara Eropa, termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman, tidak mengambil mereka kembali dan mengadili mereka.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) didominasi sekutu AS telah mengeluh selama berbulan-bulan tentang beban menahan para pejuang ISIS dan keluarga mereka yang ditangkap -- dan keputusan mengejutkan Trump bulan lalu untuk mulai menarik pasukan AS dari Suriah telah semakin memicu kecemasan mereka.
Jean-Yves Le Drian, menteri luar negeri Perancis, sebelumnya mencap militan ISIS dan istri mereka sebagai ‘musuh’ Prancis yang harus tinggal dan menghadapi keadilan di Suriah atau Irak.
Tetapi Younger dari Dinas Intelijen Inggris, MI6 menggarisbawahi dilema hukum yang dihadapi Inggris dalam berurusan dengan para ekstrimis yang kembali. "Warga negara Inggris memiliki hak untuk kembali ke Inggris," katanya, pekan lalu.
Negara-negara Eropa juga tidak mau mengambil risiko keselamatan pejabat mereka sendiri dengan mengirim mereka untuk membawa militan dan pengikut ISIS dari zona perang. Jika militan itu pulang, penuntutan mungkin sulit atau tidak mungkin, bahkan untuk tersangka ekstremis. Membuktikan tindakan spesifik di medan perang dengan standar yang dibutuhkan di pengadilan Eropa agak tidak mungkin, mengingat sulitnya mendapatkan kesaksian dan bukti lainnya.
Kekhawatiran Eropa lebih lanjut ialah bahwa jika militan yang kembali tidak dituntut maka akan sulit dan mahal untuk mengintegrasikan mereka kembali ke masyarakat, melindungi mereka dari retribusi, dan memantau kegiatan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News