Sementara itu, Carina Subagio yang telah menetap di Atlanta, Georgia sejak 2007 mengaku baru merasakan sentimen anti-Asia sejak pandemi virus korona merebak dalam dua tahun ini. “Gara-gara pas virus korona itu disebut China virus, kan,” tegas Carina.

Carina Sobagio latihan tembak untuk lindungin diri. Foto: Ist/VOA Indonesia
Ia merasa tidak menjadi target karena rasnya, karena menurutnya masih ada saja orang Amerika yang memandang sempit ras Asia hanyalah karena memiliki ciri khas bentuk mata atau warna kulit tertentu. Ia sendiri tidak memiliki ciri-ciri fisik seperti itu. Kalau pun menjadi target, ia menduga mungkin ini karena ia berhijab.
Namun perempuan yang sebelumnya tinggal di negara bagian Virginia itu mengaku sudah terbiasa membawa pepper spray (semprotan cabai) untuk berjaga-jaga, terutama sewaktu memarkir mobil yang jauh dari tempat tujuannya.
Apa yang dikhawatirkan Carina dan suaminya adalah betapa mudahnya orang membeli senjata api di Amerika. Pasangan Indonesia-Bangladesh ini sendiri telah sejak 2019 berusaha mendapatkan lisensi kepemilikan senjata api.
“Kebetulan ada kelompok di masjid yang berlatih menembak dengan pengajar perempuan dan saya ikut berlatih,” jelasnya.
Setelah pandemi merebak, latihan bahkan terhenti. Begitu penembakan di Atlanta terjadi, Carina diingatkan suaminya untuk mulai berlatih menembak bersama-sama lagi.
Meski unjuk rasa menentang sentimen anti-Asia marak, Carina tidak merasa itu cara terbaik untuk mengatasi masalah. Yang lebih penting baginya adalah bermasyarakat, bergaul baik dengan orang-orang di sekitarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News