Pihak berwenang Saxony mencatat, negara bagiannya memiliki insiden
covid-19 tujuh hari tertinggi kedua di antara 16 negara bagian Jerman, pada 824 per 100 ribu orang dibandingkan dengan insiden nasional 353.
Di Saxony, bekas wilayah Jerman Timur Komunis tersebut, sekitar 62 persen populasi telah mendapatkan dua vaksinasi, dibandingkan dengan 70 persen di seluruh negeri.
Kubu kelompok sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) disebut menampung banyak skeptis vaksin dan pengunjuk rasa antilockdown. Protes terhadap pembatasan covid-19 di Jerman menjadi lebih keras, dengan meningkatnya serangan terhadap dokter, politisi, dan jurnalis.
“Serangan seperti itu tidak terpikirkan beberapa tahun lalu,” ujar Kepala Asosiasi Medis Jerman, Klaus Reinhardt.
Pada September, pusat vaksinasi di Saxony diketahui menjadi sasaran serangan pembakaran. Awal bulan ini, sekelompok pengunjuk rasa berkumpul di luar rumah menteri kesehatan Saxony. Mereka memegang obor menyala, dalam apa yang dilihat sebagai ancaman implisit kekerasan.
Penyiar Jerman
ARD melaporkan pada Selasa, terdapat lebih dari selusin politisi, outlet media dan lembaga publik menerima surat yang mengancam “perlawanan berdarah” terhadap tindakan tersebut, termasuk sepotong daging yang dibungkus.
Kantor Polisi Kriminal Federal Jerman diketahui telah mengklasifikasikan penentang vaksinasi dan penyangkal virus korona sebagai “risiko yang relevan”.
Dalam pidato besar pertamanya di parlemen sejak menjabat pekan lalu, Kanselir Jerman, Olaf Scholz mengatakan pada Rabu, pemerintahnya tidak akan mentolerir protes keras terhadap pembatasan virus korona.
“Kami tidak akan tahan dengan minoritas kecil ekstremis tanpa hambatan yang mencoba memaksakan kehendak mereka pada seluruh masyarakat kami,” tutur Scholz.
(Nadia Ayu Soraya)