Pasokan vaksin yang langka, dokumen yang tidak praktis, kurangnya staf perawatan kesehatan dan populasi yang lanjut usia menghambat upaya untuk mendapatkan dosis awal vaksin yang dibuat oleh Pfizer yang berbasis di AS dan mitra Jerman, BioNTech ke pelukan masyarakat. Pemerintah Jerman mengatakan mereka telah mempersiapkan semua.
“Jerman telah mendirikan ratusan pusat vaksinasi di gedung olahraga dan arena konser dan memiliki infrastruktur untuk memberikan hingga 300.000 suntikan sehari,” kata Menteri Kesehatan Jens Spahn, seperti dikutip AFP, Senin 11 Januari 2021.
Tetapi mayoritas dari pusat vaksinasi dalam kondisi kosong pasokan vaksin. Sebagian besar negara bagian tidak berencana untuk membuka pusat perawatan sampai pertengahan Januari karena mereka memprioritaskan pengiriman tim bergerak ke panti jompo.
Sehari yang dihabiskan oleh tim vaksinasi di kota kecil Dillenburg, 100 kilometer di sebelah utara ibu kota keuangan Jerman, Frankfurt, menunjukkan betapa melelahkannya tugas tersebut.
Salah satu contoh, tim memulai dengan memasukkan kotak pendingin berisi 84 dosis vaksin Pfizer yang dicairkan semalaman ke dalam ambulans yang menunggu. Kemudian mereka berangkat ke Rumah Perawatan Jompo Elisabeth.
Di sana tim vaksinasi bertemu dengan manajer Peter Bittermann, yang telah menangani formulir yang diperlukan untuk memvaksinasi penduduk dan staf, dan menyediakan ruang untuk suntikan yang akan diberikan dan penerima dipantau setelah vaksinasi.
Tim imunisasi yang beranggotakan empat orang, ditambah dua peserta pelatihan, hanya memiliki beberapa jam untuk mengeluarkan vaksin Pfizer yang peka suhu sebelum tidak lagi layak untuk digunakan.
“Palang Merah Jerman membutuhkan 350 orang tambahan untuk menjalankan kampanye vaksinasi lokalnya,” ucap Juru Bicara pemeritah setempat, Nicole Fey.
"Kami bisa merekrut beberapa, tapi tidak akan pernah cukup," imbuhnya.
Kekurangan Jerman
Dalam dua minggu pertama program vaksinasi, Jerman telah memberikan 533.000 suntikan, hanya dua per lima dari 1,3 juta dosis yang diterima. Inggris, sebaliknya, telah mencapai angka 2 juta.Israel, memimpin dunia dalam hal pangsa populasi yang tercakup vaksin, menginokulasi 150.000 orang setiap hari. Mereka mengerahkan sistem perawatan kesehatan universal dan digital yang memudahkan penjadwalan janji.
Ukuran Jerman yang lebih besar dan pengaturan federal mempersulit operasi. Masalah ini yang juga dihadapi di Amerika Serikat.
Di tempat lain di Eropa, desentralisasi operasi vaksinasi Spanyol telah mengungkap perbedaan antar wilayah dan menyebabkan ketegangan dengan pemerintah pusat.
Sebanyak 16 negara bagian Jerman menyalahkan pemerintah federal karena tidak mengamankan dosis yang cukup. Dokter di beberapa pusat mengatakan pengaturan jadwal telah dibatalkan. Di Berlin, satu pusat vaksinasi dibuka, hanya untuk ditutup selama Tahun Baru karena kurangnya suntikan.
Spahn mengatakan, masalah manufaktur menjadi isu utaman kelambatan ini bukan pesanan yang sedikit. Terutama setelah Pfizer dan BioNTech pada Desember memotong produksi mereka hingga menjadi 50 juta dosis vaksin pada akhir tahun. Sementara dosis yang diperlukan untuk vaksin itu sebanyak dua suntikan.
“Pemerintah bekerja sama dengan BioNTech untuk membuka lokasi produksi baru di kota barat Marburg,” kata Spahn.
Sedangkan Kepala eksekutif BioNTech pekan lalu mengatakan, pabrik Marburg dapat mulai beroperasi pada Februari, lebih cepat dari jadwal.
"Dengan kapasitas yang telah kami ciptakan di Jerman, kami akan dapat melakukan antara 250.000 dan 300.000 vaksinasi per hari, ketika tersedia, ucap Spahn minggu ini.
Jerman mengharapkan menerima 5,3 juta suntikan dari Pfizer-BioNTech pada pertengahan Februari dan 2 juta dosis lagi dari vaksin kedua dari Moderna, yang baru saja disetujui oleh Uni Eropa, pada akhir Maret.
Namun ini hampir tidak cukup untuk mencakup 5,7 juta orang, atau 6,8 persen dari populasi, yang berusia di atas 80 tahun.
Langkah terakhir
Seperti di Spanyol, kinerja negara bagian di Jerman sangat bervariasi. Kelas teratas adalah Mecklenburg-Vorpommern di utara, dengan 15,6 vaksinasi per 1.000 penduduk. Sementara Saxony hanya 4,4 vaksinasi.Di Thuringia, negara bagian lain yang terlambat, Perdana Menteri Bodo Ramelow mengatakan pada Selasa bahwa banyak dosis yang dikirim ke rumah sakit telah dikembalikan. "Jika peringatan keluar pada tingkat vaksinasi 30 atau 33 persen, kami memiliki masalah nyata," katanya kepada radio Deutschlandfunk.
Di Saxony, kementerian sosial mengatakan formulir persetujuan yang hilang, tantangan dengan perencanaan rute, wabah covid-19 di rumah-rumah dan pembatalan di menit-menit terakhir telah memperlambat peluncurannya.
Vaksin di Saxony disimpan secara terpusat hingga baru-baru ini, yang berarti tim lapangan harus berkendara jauh sebelum menuju ke panti jompo.
“Berbeda dengan Dillenburg, Saxony telah dibanjiri oleh orang-orang yang secara sukarela melakukan kampanye vaksinasi. Tugas besar berikutnya adalah mengoordinasikan semua orang ini," kata Lars Werthmann, kepala logistik regional di Palang Merah Jerman.
Sementara itu, dokter mengungkapkan rasa frustrasi pada sistem pemesanan janji temu yang bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Mereka melihat bahwa sistem tersebut menyebabkan kebingungan dan mengikis kepercayaan.
Seorang dokter anak di Berlin Burkhard Ruppert mengatakan, untuk mempercepat peluncuran suntikan covid-19, Jerman harus mendistribusikannya melalui jaringan praktik dokter keluarganya segera setelah ada vaksin yang dapat dengan mudah disimpan di lemari es.
Jerman berharap untuk memberikan suntikan di tempat praktik dokter dalam fase kedua. "Kekuatan kami di Jerman adalah sistem perawatan rawat jalan ini," kata Ruppert, yang mengepalai asosiasi dokter setempat.
"Kami bukan negara dengan sistem terkelola skala besar seperti Inggris atau Israel. Kami sedang berpacu dengan virus. Kami hanya akan menang jika kami memvaksinasi sebanyak dan secepat mungkin,” pungkas Ruppert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News