Salah satu sesi informal dalam KTT Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, 12 November 2021. (Ben STANSALL / AFP)
Salah satu sesi informal dalam KTT Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, 12 November 2021. (Ben STANSALL / AFP)

COP26: Perjanjian Iklim Glasgow Resmi Diadopsi, Apa Saja Isinya?

Willy Haryono • 14 November 2021 12:34
Glasgow: Negosiator dari hampir 200 negara telah menyepakati perjanjian iklim baru dalam KTT COP26 di Glasgow, Skotlandia, yang ditutup pada Sabtu, 13 November waktu setempat. Britania Raya sebagai tuan rumah mengatakan bahwa Perjanjian Iklim Glasgow ini dapat mempertahankan harapan dunia dalam menghindari dampak buruk pemanasan global.
 
Berikut beberapa pencapaian terbesar dalam Perjanjian Iklim Glasgow di COP26, dilansir dari Global News, Minggu, 14 November 2021.

Meningkatkan Ambisi

Perjanjian Iklim Glasgow mengakui bahwa komitmen negara-negara dunia dalam memangkas emisi gas rumah kaca, sejauh ini tidak cukup untuk mencegah memanasnya temperatur Bumi di atas 1,5 derajat Celcius di atas suhu pra-industri.
 
Untuk menyelesaikan masalah ini, Perjanjian Iklim Glasgow meminta negara-negara dunia untuk memperkuat target pemangkasan emisi pada akhir tahun depan, bukan lima tahun sekali seperti sebelumnya.

Kegagalan menetapkan atau memenuhi target pemangkasan emisi dapat memicu konsekuensi besar. Jajaran ilmuwan mengatakan, peningkatan suhu Bumi di atas 1,5 derajat Celcius dapat memicu kenaikan permukaan air laut secara ekstrem dan berbagai bencana lain, seperti kekeringan, badai dahsyat, dan kebakaran hutan berskala masif.
 
"Saya rasa hari ini kita dapat mengatakan dengan kredibilitas bahwa target 1,5 (derajat Celcius) masih berada dalam jangkauan," kata Presiden COP26 Alok Sharma.
 
"Namun denyut nadi (target 1,5 derajat Celcius) relatif lemah, dan kita hanya bisa bertahan hidup jika memenuhi janji-janji kita," sambungnya.
 
 

Bahan Bakar Fosil

Untuk kali pertama, sebuah perjanjian iklim global meminta negara-negara dunia untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap batu bara. Tak hanya itu, negara-negara dunia juga diminta untuk mengurangi subsidi bahan bakar fosil.
 
Seruan ini ditujukan khusus kepada sumber energi yang banyak digunakan negara-negara di dunia. Menurut jajaran ilmuwan, penggunaan bahan bakar fosil merupakan faktor utama terjadinya perubahan iklim.
 
Sebelum Perjanjian Iklim Glasgow diadopsi, India meminta agar kesepakatan tersebut memasukkan kata "mengurangi" (phase down) alih-alih "menghentikan" (phase out) penggunaan batu bara. Perubahan kata-kata tersebut memicu kekhawatiran sejumlah negara, namun pada akhirnya disepakati demi diadopsinya Perjanjian Iklim Glasgow.
 
Untuk di bidang pengurangan subsidi bahan bakar fosil, kata "menghentikan" tetap digunakan.
 
Baca:  Tekan Emisi Karbon, Pertamina Mulai Bangun Kampung Iklim

Aliran Dana untuk Negara Miskin dan Rentan

Perjanjian Iklim Glasgow menyerukan penyaluran dana dari negara-negara kaya kepada negara miskin dan rentan. Negara-negara kaya dinilai bertanggung jawab atas perubahan iklim yang dampak terburuknya dirasakan negara berpenghasilan menengah ke bawah.
 
"Mendesak negara-negara maju untuk setidaknya melipatgandakan provisi kolektif mereka dalam pendanaan iklim untuk adaptasi kepada negara-negara berkembang hingga 2025," tulis Perjanjian Iklim Glasgow.
 
Dalam perjanjian juga disebutkan mengenai "kehilangan dan kerugian," merujuk pada harga atau ongkos mahal yang telah dibayar sejumlah negara yang terkena dampak buruk perubahan iklim. Selama bertahun-tahun, negara-negara itu menginginkan aliran dana untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
 
Di bawah Perjanjian Iklim Glasgow, negara-negara maju secara esensial hanya sepakat untuk melanjutkan diskusi terkait topik tersebut, bukan secara spesifik menetapkan waktu penyaluran dana ke negara-negara miskin dan rentan.
 
 

Aturan untuk Pasar Karbon Global

Para negosiator juga menutup Perjanjian Iklim Paris dengan menetapkan aturan untuk pasar karbon. Penetapan aturan ini dapat menghadirkan dana triliunan dolar untuk melindungi hutan, membangun fasilitas energi terbarukan, dan berbagai proyek lainnya untuk memerangi perubahan iklim.
 
Sejumlah perusahaan, begitu juga negara-negara dengan wilayah hutan yang luas, telah mendorong kesepakatan kuat di bidang pasar karbon di Glasgow, dengan harapan melegitimasi pasar offset global yang tumbuh dengan cepat.
 
Di bawah kesepakatan, beberapa langkah akan diterapkan untuk memastikan kredit tidak dihitung dua kali di bawah target emisi nasional. Namun perdagangan bilateral antar negara tidak akan dikenakan pajak untuk membantu mendanai adaptasi iklim – yang telah menjadi permintaan inti negara-negara kurang berkembang.
 
Negosiator juga mencapai kompromi yang menetapkan batas waktu, dengan kredit yang dikeluarkan sebelum tahun 2013 untuk tidak diteruskan. Hal itu bertujuan untuk memastikan kredit-kredit lama tidak membanjiri pasar, dan untuk mendorong pembelian alih-alih pengurangan emisi baru.

Perjanjian Sampingan

Terdapat beberapa perjanjian sampingan dalam COP26. Amerika Serikat dan Uni Eropa memimpin inisiatif pemangkasan gas metana global. Dalam inisiatif itu, sekitar 100 negara berjanji mengurangi emisi metana hingga 30 persen dari level 2020 pada 2030.
 
AS dan Tiongkok, dua negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia, juga mengumumkan deklarasi gabungan untuk bekerja sama dalam langkah-langkah penanganan perubahan iklim. Deklarasi tersebut meyakinkan para pengamat mengenai niat Tiongkok mempercepat upaya mereka dalam memerangi pemanasan global.
 
Baca:  Tiongkok dan AS Umumkan Pakta Iklim yang Mengejutkan di KTT COP26
 
Beberapa perusahaan dan investor juga membuat serangkaian perjanjian, yang di antaranya seputar penghentian produksi mobil berbahan bakar bensin, menghilangkan karbon dalam perjanjian udara, melindungi hutan, dan memastikan lebih banyak investasi berkelanjutan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan