Melalui rencana ‘Build Back Better for the World’ negara-negara G7 akan bersatu di bawah kepresidenan Inggris dalam pengembangan tawaran pembiayaan berkualitas tinggi untuk pengadaan infrastruktur yang vital, dari perkeretaapian di Afrika hingga ladang angin di Asia.
Pendekatan baru ini diciptakan untuk memberi negara-negara berkembang akses ke keuangan yang lebih banyak, lebih baik dan lebih cepat, sambil mempercepat peralihan global ke energi baru terbarukan dan teknologi berkelanjutan. Pemerintah Inggris akan membangun ini dengan negara-negara lain menjelang KTT COP26 pada November.
Hal di atas adalah salah satu dari beberapa langkah untuk mengatasi perubahan iklim, dimana Perdana Menteri Inggris juga meluncurkan Dana Planet Biru Inggris dari pengaturan sisi laut KTT G7 di Cornwall. Dana 500 juta Poundsterling akan mendukung negara-negara termasuk Ghana, Indonesia dan negara-negara kepulauan Pasifik untuk mengatasi isu penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, melindungi dan memulihkan ekosistem pesisir seperti bakau dan terumbu karang, dan mengurangi polusi laut.
Seluruh negara anggota G7 mendukung Nature Compact untuk menghentikan dan mengembalikan hilangnya keanekaragaman hayati pada tahun 2030 – termasuk mendukung target global untuk melestarikan atau melindungi setidaknya 30 persen daratan dan 30 persen lautan secara global pada akhir dekade ini.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa melindungi planet adalah hal terpenting yang dapat kita lakukan sebagai pemimpin bagi masyarakat.
Menurut Johnson, ada hubungan langsung antara pengurangan emisi, pemulihan alam, penciptaan lapangan kerja dan upaya memastikan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
“Sebagai negara demokratis, kita memiliki tanggung jawab untuk membantu negara berkembang memetik manfaat dari pertumbuhan bersih melalui sistem yang adil dan transparan. G7 memiliki peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mendorong Revolusi Industri Hijau global, dengan potensi untuk mengubah cara hidup kita”, ujar Johnson, dalam keterangan tertulis Kedutaan Besar Inggris yang diterima Medcom.id, Selasa 15 Juni 2021.
Sementara itu Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins, mengatakan, dalam pertemuan pemimpin G7 akhir pekan lalu, telah melihat kemajuan besar dalam mengatasi krisis perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati yang erat keterkaitannya.
“Kami senang telah mendorong terciptanya kolaborasi antara para pemimpin negara demokrasi kaya dunia, dalam peningkatkan ambisi serta tetap bertanggung jawab dalam dekade kritis ini untuk planet kita,” sebut Dubes Owen.
“Kami berharap dapat bekerja sama dengan Indonesia untuk melihat bagaimana negara ini dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari pengumuman ini – termasuk keuangan untuk infrastruktur; dana baru untuk adaptasi ketika target pendanaan iklim sebesar USD100 miliar per tahun terpenuhi; dan melalui dana Planet Biru untuk memulihkan dan melindungi lautan kita”, ucap Owen.
G7 juga berkomitmen untuk mengurangi hampir separuh emisi mereka pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2010. Inggris telah melangkah lebih jauh, berjanji untuk mengurangi emisi setidaknya 68 persen pada tahun 2030 pada tingkat tahun 1990 (pengurangan 58 persen pada tingkat 2010).
Para pemimpin akan menetapkan tindakan yang akan mereka ambil untuk mengurangi emisi karbon, termasuk langkah-langkah seperti mengakhiri semua energi batu bara yang belum juga berkurang sesegera mungkin, mengakhiri hampir semua dukungan langsung pemerintah untuk sektor energi bahan bakar fosil di luar negeri dan menghapus mobil berbahan bakar bensin dan diesel secara bertahap.
Sir David Attenborough, ahli lingkungan terkenal Inggris dan “People’s Champion” COP26 Inggris, berbicara dengan para pemimpin negara-negara G7 plus negara-negara tamu termasuk Australia, India, Korea Selatan dan Afrika Selatan pada sesi tentang Iklim dan Alam dan mendesak mereka untuk mengambil tindakan sebagai ekonomi terkemuka dunia guna mengamankan masa depan planet Bumi.
“Alam kita saat ini mengalami kemunduran yang luar biasa. Hal ini tidak bisa kita sangkal. Iklim memanas dengan cepat, tidak diragukan lagi. Ketidaksetaraan masyarakat dan bangsa kita terlihat jelas,” tegas Attenborough.
“Akan tetapi pertanyaan yang sains ajukan untuk kita jawab secara khusus pada 2021 adalah sebagai akibat dari fakta-fakta terkait tersebut, apakah kita berada di ambang ketidakstabilan seluruh planet? Jika demikian, maka keputusan yang kita buat dekade ini – khususnya keputusan yang dibuat oleh negara-negara paling maju secara ekonomi – akan menjadi sangat penting dalam sejarah manusia,” ungkapnya.
Selain mengambil tindakan di dalam negeri, para pemimpin G7 akan berkomitmen untuk meningkatkan kontribusi mereka pada pendanaan iklim internasional untuk memenuhi target mobilisasi USD100 miliar per tahun, yang akan membantu negara-negara berkembang menangani dampak perubahan iklim dan mendukung pertumbuhan hijau yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, negara-negara tersebut menyetujui G7 Nature Compact – yang mengikat para pemimpin dunia untuk:
• Ubah insentif dan pengendalian kegiatan yang tidak berkelanjutan dan ilegal yang berdampak negatif terhadap alam, seperti melalui penanggulangan deforestasi dengan mendukung rantai pasokan berkelanjutan, dan meningkatkan upaya untuk mengatasi perdagangan satwa liar ilegal.
• Bekerja untuk meningkatkan investasi di alam dari semua sumber secara signifikan, dan untuk memastikan alam diperhitungkan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan keuangan - misalnya, dengan menggunakan Tinjauan Dasgupta sebagai referensi untuk tindakan utama.
• Mendukung dan mendorong perlindungan, konservasi dan pemulihan ekosistem yang penting untuk menghentikan dan mengembalikan hilangnya keanekaragaman hayati dan mengatasi perubahan iklim, seperti mendukung target untuk melestarikan atau melindungi setidaknya 30% daratan global dan 30 persen lautan global pada akhir dekade.
• Bertanggungjawab untuk mengambil tindakan domestik dan global untuk alam dengan mendorong penguatan akuntabilitas dan mekanisme implementasi dari semua Perjanjian Lingkungan Multilateral di mana kita termasuk pihak didalamnya.
Pertemuan tersebut merupakan net-zero G7 yang pertama, dengan semua negara telah berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih paling lambat pada tahun 2050 dengan target pengurangan ambisius pada tahun 2020-an. KTT Pemimpin adalah batu loncatan penting dalam perjalanan menuju COP26, yang akan diselenggarakan Inggris di Glasgow pada November.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News