Muslim Prancis berdoa untuk korban serangan di Basilika Notre Dame, Nice. Foto: AFP
Muslim Prancis berdoa untuk korban serangan di Basilika Notre Dame, Nice. Foto: AFP

Terimbas Stigma Usai Serangan, Muslim Prancis Merasa Tertekan

Fajar Nugraha • 03 November 2020 13:08

Macron dituduh menyebarkan sentimen antiMuslim, terutama saat memuji guru yang dipenggal di dekat Paris. Dia juga membela hak Prancis untuk membuat kartun Nabi Muhammad. Sejumlah pemimpin dunia pun mengutuk komentar Macron.
 
Samuel Paty diserang di luar sekolahnya pada 16 Oktober oleh seorang pengungsi remaja asal Chechnya karena menunjukkan karikatur di kelas kewarganegaraan. Insiden kemudian berlanjut dengan seorang pria muda Tunisia membunuh tiga orang Kamis 29 Oktober di dalam Basilika Notre Dame di selatan Nice.
 
Rangkaian pertumpahan darah dimulai pada 25 September ketika seorang pengungsi muda Pakistan melukai dua orang di luar bekas kantor ruang berita Charlie Hebdo di Paris. Pada Januari 2015, penyerang membantai 12 orang di sana setelah koran menerbitkan karikatur nabi.

Kata-kata solidaritas dari para pemimpin Muslim Prancis tidak pernah gagal. “Serangan itu menyentuh saudara-saudari yang berdoa kepada Tuhan mereka. Saya sangat Kristen hari ini," kata imam Masjid Ar-Rahma, Nice, Otman Aissaoui.
 
“Tapi, sekali lagi kami distigmatisasi, dan orang-orang bergerak begitu cepat untuk menyatukan semuanya," tegas Aissaoui.
 
Ucapan Aissaou mencerminkan ketidaknyamanan yang mendalam dari Muslim Prancis. Para Muslim Prancis ini kebanyakan berasal dari bekas koloni Prancis di Afrika Utara.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan