Presiden COP-26 Alok Sharma. Foto: Istimewa
Presiden COP-26 Alok Sharma. Foto: Istimewa

Oleh Inggris, Indonesia Disebut Negara Super Power Menanggulangi Perubahan Iklim

Media Indonesia.com • 24 Maret 2021 06:40
Jakarta: Indonesia disebut sebagai negara super power di bidang penanggulangan perubahan iklim. Demikian disampaikan Alok Sharma, President Designate untuk the 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP-26) dalam pertemuan virtual dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Selasa, 23 Maret 2021.
 
Pertemuan ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Inggris sebagai tuan rumah COP26 untuk merangkul banyak negara dalam upaya menyukseskan acara yang akan berlangsung pada 1-12 November mendatang. Inggris terkesan dengan paparan Menteri LHK. 
 
"Kolaborasi dengan Indonesia merupakan salah satu elemen terpenting keberhasilan Inggris sebagai tuan rumah COP-26. Mengingat, Indonesia adalah negara super power di bidang perubahan iklim," kata Alok. 

Untuk itu, lanjut dia, Pemerintah Inggris berharap kolaborasi ini juga mencakup bidang forestry, agriculture, and commodity trade (FACT). Dialog yang saat ini ditangani oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian itu diharapkan dapat terlaksana dengan baik. 
 
Sementara itu, pertemuan virtual ini membahas beberapa hal terkait COP26, termasuk langkah-langkah pengendalian perubahan iklim yang telah dilakukan kedua negara. Seperti, pertama, kemitraan antara Inggris dan Indonesia. Kedua, ambisi dalam penanggulangan perubahan iklim. Ketiga, adaptasi perubahan iklim. Dan keempat, kolaborasi Inggris-Indonesia dalam persiapan menuju COP26.
 
Siti mengapresiasi kerja sama yang telah lama terjalin antara Inggris dan Indonesia. Salah satunya adalah pengembangan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) dalam kerangka forest law enforcement, governance, and trade (FLEGT). 
 
Baca: RI-Inggris Kembangkan Inovasi Digital untuk Solusi Perubahan Iklim
 
Indonesia juga mengapresiasi tawaran Inggris melalui program Investment in Nature and Forests (INAFOR). Program dalam kerangka nature-based solutions ini diselenggarakan untuk mendukung dan menjaga kesuksesan Indonesia dalam menurunkan emisi dari deforestasi dan lahan gambut. 
 
"Hingga saat ini Indonesia telah menyerahkan beberapa dokumen ke United Nations Framework on Climate Change Conference (UNFCCC) yang disusun dari serangkaian pertemuan nasional yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait, serta aktor nonpemerintah pusat," kata Siti. 
 
Sampai saat ini, Indonesia telah mengajukan delapan dokumen yang terkait dengan adaptasi hingga pembiayaan solusi berbasis alam. Selanjutnya, Indonesia berharap dapat mengajukan Nationally Determined Contribution (NDC) yang kedua dan long term strategy (LTS) pada April mendatang.
 

Target kurangi emisi 29 persen

Menteri LHK menegaskan bahwa dalam NDC yang kedua, Indonesia tetap mempertahankan target awal yang ambisius. Yakni, penurunan emisi hingga 29 persen dengan upaya sendiri. Atau penurunan hingga 41 persen melalui dukungan internasional dengan skenario business as usual (BAU) pada 2030. 
 
"Kami memiliki skenario yang lebih ambisius melalui Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP),” kata Siti. 
 
Pada 2030, Indonesia akan bertindak sebagai penyerap karbon netto di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (FOLU). Indonesia juga berencana mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap hingga 60 persen pada 2050. 
 
"Serta akan bergerak maju menuju kondisi tanpa emisi netto pada 2070,” ujar dia.
 
NDC, kata Siti, juga menambah subjek baru dan penguatan komitmen dengan memasukkan laut, lahan basah (mangrove dan lahan gambut), serta kawasan permukiman manusia (dalam skenario adaptasi). Lebih lanjut, Indonesia akan melakukan rehabilitasi dan penanaman mangrove seluas 600 ribu hektare selama 2021-2024. 
 
Sedangkan di bidang energi, Indoensia berencana untuk menerapkan teknologi carbon captured storage/carbon capture utilization storage (CCS/CCUS). Juga, menerapkan energi terbarukan dan bioenergi. 
 
“Jadi, dukungan internasional, termasuk dari sektor swasta atau bisnis, akan memainkan peran penting untuk mencapai skenario ambisius kita, khususnya di bidang energi," kata Siti.
 
Dalam pertemuan virtual itu, Alok Sharma didampingi oleh Lord Zac Goldsmith (Minister for Pacific and the Environment at the Foreign, Commonwealth and Development Office and the Department for Environment, Food and Rural Affairs); Duta Besar Inggris di Jakarta; Atase Iklim Inggris di Jakarta; Senior Policy and Programme Adviser FCDO Kedubes Inggris di Jakarta; dan Climate Policy Manager Kedubes Inggris di Jakarta. 
 
Sementara itu, Menteri Siti Nurbaya didampingi Wamen LHK Alue Dohong, Dirjen PPI, Kepala BLI, Staf Ahli Menteri Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Tenaga Ahli Menteri Bidang Kebijakan Pengembangan Jaringan KLN, dan Kepala Bagian Kerja Sama Multilateral, Biro Kerja Sama Luar Negeri.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan