Kapal Pengawas Perikanan Vietnam menabrak kapal ke KRI Tjiptadi-381.
Kapal Pengawas Perikanan Vietnam menabrak kapal ke KRI Tjiptadi-381.

Pengamat: Ketidakpastian Batas ZEE RI-Vietnam Picu Konflik di Laut

Fajar Nugraha • 29 April 2019 19:06
Jakarta: Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, insiden yang terjadi di wilayah Laut Natuna Utara karena adanya klaim tumpang tindih antara Indonesia dengan Vietnam atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 
 
ZEE bukanlah laut teritorial dimana berada di bawah kedaulatan negara (state sovereignty). ZEE merupakan laut lepas dimana negara pantai mempunyai hak berdaulat atas sumber daya alam yang ada di dalam kolom laut.
 
Baca juga: Kapal Pengawas Vietnam Halangi Penangkapan Pencurian Ikan.

“Hingga saat ini antar kedua negara belum memiliki perjanjian batas ZEE. Akibatnya nelayan Vietnam bisa menangkap di wilayah tumpang tindih dan akan dianggap sebagai penangkapan secara ilegal oleh otoritas Indonesia. Demikian pula sebaliknya,” ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Senin, 29 April 2019.
 
Menurut Hikmahanto, dalam insiden yang terjadi KRI Tjiptadi 381 menganggap dirinya berwenang melakukan penangkapan terhadap kapal nelayan Vietnam. Namun di sisi lain otoritas Vietnam dengan kapal coast guardnya merasa KRI Tjiptadi 381 tidak berwenang melakukan penangkapan.
 
Dari klaim tumpang tindih itulah kedua otoritas menyatakan diri berwenang. Dan kemudian terjadi insiden penabrakan oleh kapal coast guard atau penjaga pantai Vietnam yang ingin membebaskan kapal nelayannya dari penangkapan oleh KRI Tjiptadi 381.
 
“Beruntung awak KRI Tjiptadi 381 tidak terprovokasi untuk memuntahkan peluru. Dalam hukum internasional terlepas dari siapa yang benar atau yang salah, pihak yang memuntahkan peluru terlebih dahulu akan dianggap melakukan tindakan agresi,” imbuhnya.
 
Insiden yang terjadi kerap muncul di wilayah laut dimana dua atau lebih negara melakukan klaim yang memunculkan tumpang tindih.
 
“Untuk menghindari kejadian seperti ini berulang pemerintah yang memiliki klaim tumpang tindih harus membuat aturan-aturan bila otoritas saling berhadapan (rules of engagement). Sayangnya aturan seperti demikian belum ada diantara negara ASEAN yang memiliki klaim tumpang tindih,” tegas Hikmahanto.
 
Dalam insiden ini Pemerintah Indonesia melalui Kemenlu dapat melakukan protes dengan cara memanggil Duta Besar Vietnam. Protes bukan atas pelanggaran masuknya kapal nelayan dan kapal otoritas Vietnam ke ZEE Indonesia mengingat wilayah tersebut masih disengketakan. Protes dilakukan atas cara kapal coast guard Vietnam yang hendak menghentikan KRI Tjiptadi 381 dengan cara penabrakan.
 
Penyelesaian atas insiden ini harus dilakukan melalui saluran diplomatik antar kedua negara dan tidak perlu dibawa ke Lembaga Peradilan Internasional.
 
Membawa ke Lembaga Peradilan Internasional memiliki kompleksitas. Pertama akan sangat memakan biaya bahkan biaya untuk berperkara akan melebihi biaya yang diderita oleh KRI Tjitadi 381. 
 
Kedua negara yang bersengketa harus menyetujui untuk membawa ke Lembaga Peradilan Internasional. Terakhir antar negara ASEAN sudah seharusnya penyelesaian sengketa mengedepankan cara-cara musyawarah untuk mufakat.
 
Protes Indonesia
 
Kementerian Luar Negeri RI sebelumnya telah memanggil wakil dari Kedutaan Besar Vietnam di Jakarta. Kemenlu RI menyampaikan protes terkait insiden penabrakan yang dilakukan Kapal Pengawas Perikanan Vietnam KN 213 terhadap KRI Tjiotadi 381, kemarin.
 
Baca juga: Kemenlu Panggil Wakil Vietnam soal Insiden Penabrakan Kapal.
 
“Indonesia menyesalkan kejadian ini yang terjadi di perairan Indonesia-Vietnam (Laut Natuna Utara). Intinya bahwa tindakan yang dilakukan kapal dinas Vietnam membahayakan KRI atau kapal Vietnam itu sendiri. Tindakan ini melanggar hukum internasional,” kata juru bicara Kemenlu RI Arrmanatha Nasir di Jakarta, Senin, 29 April 2019.
 
Kemenlu, lanjut dia, menyampaikan protes Indonesia terkait kejadian ini kepada wakil dari Vietnam. Selanjutnya, Kemenlu masih menunggu laporan lengkap dari Panglima TNI untuk dijadikan dasar penyelesaian masalah ini dengan Vietnam. 
 
“Kita dan Vietnam berupaya agar hal-hal ini tidak terjadi lagi. Kita juga masih terus membahas dengan Vietnam soal tumpang tindih perairan,” ungkap Arrmanatha.
 
Arrmanatha menambahkan proses perundingan kedua belah pihak memang berjalan cukup lama. Namun, ia meyakini bahwa ada sejumlah kemajuan yang telah ada sebagai upaya untuk menyelesaikan tumpang tindih tersebut.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan