medcom.id, Hong Kong: Bankir investasi Inggris Rurik Jutting bertindak rasional sebelum dan setelah ia membunuh dua wanita Indonesia di apartemen mewahnya di Hong Kong. Ia memesan makanan untuk salah satu korban dan menelepon ibunya setelah pembunuhan. Hal itu diungkapkan jaksa dalam sidang pengadilan, pada Rabu 2 November.
Jutting, mantan karyawan Merrill Lynch, telah mengaku tidak bersalah atas pembunuhan yang terjadi pada 2014. Tapi mengaku bersalah atas tuduhan lebih ringan, yakni pembunuhan lantaran "gangguan kepribadian", seraya mengutip penyalahgunaan narkoba, kecanduan alkohol berat, dan gangguan seksual.
Jasad yang dimutilasi dari Sumarti Ningsih, 23, ditemukan dalam koper di balkon apartemen Jutting dan Seneng Mujiasih, 26, ditemukan di dalam apartemen dengan luka sayatan di leher dan bokongnya.
Jaksa John Reading memanggil Kavin Chow, seorang konsultan asosiasi di Departemen Psikiatri Forensik di Rumah Sakit Hong Kong, yang menyatakan bahwa Jutting memiliki momen yang tenang di antara pembunuhan dan seharusnya mampu melawan "pengaruh narkoba."
Chow mencatat bahwa Jutting bertindak rasional, memesan makanan untuk korbannya Ningsih serta membersihkan kamar mandi setelah dia membunuhnya.
"Mestinya adanya kelainan pikiran itu tidak substansial mengganggu tanggung jawab mentalnya," katanya seperti dilansir Reuters, Rabu (2/11/2016).
Reading berkata, Jutting menelepon ibunya setelah ia membunuh Mujiasih, sebelum dia melapor ke polisi. Rincian dari percakapan itu tidak dibuat secara jelas di pengadilan.
Pembelaannya telah menghadirkan para pakar Inggris di bidang psikiatri forensik dan psikologi yang memberikan kesaksian bahwa Jutting telah mengaku mengalami gangguan akibat kokain dan alkohol mengatasi kelainan kepribadian soal sadisme seksual dan narsisme, yang mengganggu kemampuannya untuk mengontrol perilakunya.
Pembela juga berpendapat bahwa Jutting, lulusan universitas Cambridge 31 tahun, merasa dalam tekanan besar selama menjalani karir perbankan.
Reading mengatakan, Jutting hanya bekerja selama 10-15 hari pada periode sebelum ia ditangkap dan cuma bekerja beberapa jam per hari. Jutting berhenti bekerja di pekan kedua Oktober 2014, tepat sebelum pembunuhan, menurut Reading.
Jutting, mantan wakil presiden dan kepala Structured Equity Finance & Trading (Asia) di Bank of America, telah merasakan tekanan besar ketika bosnya mengatakan kepadanya kegiatan profesionalnya akan dipantau. Demikian pembelanya mengatakan.
Pengadilan mendengarkan, pada Selasa 1 November, bahwa Jutting menelepon bosnya di Bank of America di Hong Kong sebelum ia menelepon polisi dan memperingatkan mereka bahwa reputasinya terancam berisiko, seperti dikatakan pengacara Tim Owen.
Persidangan, yang memasuki pekan kedua, telah menarik perhatian besar internasional karena kebrutalan pembunuhan di kota di mana tingkat kejahatan relatif rendah.
Jutting merekam selama berjam-jam dalam iPhone-nya sewaktu dia menyiksa Ningsih. Dia juga memfilmkan monolog melantur yang disebutnya sendiri "ceracau narsis dari Rurik Jutting" di mana ia menceritakan pembunuhan, pesta mabuk-mabukan kokain, dan menjelaskan fantasi seksual yang kasar.
Jutting jadi pusat perhatian, pada Rabu, dikawal ketat oleh tiga polisi. Ia menyeringai dan tersenyum mana kala tim pembelanya menantang Chow, saksi yang memberatkan.
Kasus pembunuhan ini memberi ancaman hukuman seumur hidup, sementara pembunuhan lebih ringan dihukum maksimal seumur hidup meskipun hukuman yang lebih pendek dapat diatur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News