Jakarta: Lembaga Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mendorong agar pengungsi bisa memberdayakan diri di negara singgah yang menjadi tempat tinggal mereka sementara, salah satunya Indonesia. Hal ini disampaikan oleh perwakilan UNHCR untuk Indonesia Thomas Vargas.
(Baca: Dilema Indonesia Hadapi Gelombang Pengungsi Asing).
Dalam forum Masalah Penanganan Pengungsi dan Para Pencari Suaka di Cikini, Jakarta Pusat, Vargas mengatakan bahwa negara-negara berkembang memang paling banyak menampung pengungsi yang ditolak negara tujuan.
"Kami mendorong agar pengungsi juga mampu memberdayakan diri mereka sendiri, mencari uang, tentunya dibantu diberdayakan oleh pemerintah negara transit," ucapnya, Kamis 16 April 2018.
Agar hal tersebut tercapai, UNHCR kini tengah bernegosiasi dengan negara-negara transit, salah satunya Indonesia, untuk membuat kebijakan sementara tersebut.
"Kami lakukan ini agar para pengungsi yang tengah transit di sini bisa bermanfaat untuk komunitas sekitarnya," imbuh dia.
Dia menuturkan komunikasi terus dilakukan dengan Pemerintah Indonesia mengenai kebijakan tersebut.
Meski demikian, Vargas mengaku tahu bahwa negara-negara singgah ini tidak memiliki dana cukup untuk membantu para pengungsi. Karenanya, UNHCR terus berusaha membantu pemerintah setempat, mengelola para pencari suaka dan membantu pengungsi untuk proses registrasi pendataan mereka.
(Baca: Penanganan Pengungsi tak Bisa Hanya Dibebankan ke Pemerintah).
Dari data Kementerian Hak Asasi Manusia dan Hukum, jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia sebanyak 14.364. Sekitar 1.958 pengungsi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi, 2.062 di ruang tahanan kantor imigrasi dan 32 di Direktorat Jenderal Imigrasi. Sisanya tinggal di rumah komunitas dan menjadi pengungsi independen.
Sementara itu, data UNHCR menunjukkan para pengungsi di Indonesia mayoritas berasal dari Afghanistan, Somalia, Myanmar, Irak dan Sri Lanka.
(Baca: Dilema Indonesia Hadapi Gelombang Pengungsi Asing).
Dalam forum Masalah Penanganan Pengungsi dan Para Pencari Suaka di Cikini, Jakarta Pusat, Vargas mengatakan bahwa negara-negara berkembang memang paling banyak menampung pengungsi yang ditolak negara tujuan.
"Kami mendorong agar pengungsi juga mampu memberdayakan diri mereka sendiri, mencari uang, tentunya dibantu diberdayakan oleh pemerintah negara transit," ucapnya, Kamis 16 April 2018.
Agar hal tersebut tercapai, UNHCR kini tengah bernegosiasi dengan negara-negara transit, salah satunya Indonesia, untuk membuat kebijakan sementara tersebut.
"Kami lakukan ini agar para pengungsi yang tengah transit di sini bisa bermanfaat untuk komunitas sekitarnya," imbuh dia.
Dia menuturkan komunikasi terus dilakukan dengan Pemerintah Indonesia mengenai kebijakan tersebut.
Meski demikian, Vargas mengaku tahu bahwa negara-negara singgah ini tidak memiliki dana cukup untuk membantu para pengungsi. Karenanya, UNHCR terus berusaha membantu pemerintah setempat, mengelola para pencari suaka dan membantu pengungsi untuk proses registrasi pendataan mereka.
(Baca: Penanganan Pengungsi tak Bisa Hanya Dibebankan ke Pemerintah).
Dari data Kementerian Hak Asasi Manusia dan Hukum, jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia sebanyak 14.364. Sekitar 1.958 pengungsi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi, 2.062 di ruang tahanan kantor imigrasi dan 32 di Direktorat Jenderal Imigrasi. Sisanya tinggal di rumah komunitas dan menjadi pengungsi independen.
Sementara itu, data UNHCR menunjukkan para pengungsi di Indonesia mayoritas berasal dari Afghanistan, Somalia, Myanmar, Irak dan Sri Lanka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News