Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib mengatakan kasus penanganan pengungsi bukan kasus unik yang hanya dialami Indonesia. Kasus ini sudah mendunia dan harus ada kerja sama lebih dalam untuk menyelesaikannya.
"Isu bagaimana kita menangani pengungsi ini bukan unik atau spesifik hanya Indonesia. Ini kasus global. Karena itu, di konteks multilateral, pemerintah negara anggota (Konvensi Wina) sedang membahas sebuah aturan main, bagaimana isu pengungsi ditangani," ucap Habib sapaan akrabnya, saat ditemui di Hotel Gren Alia Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 26 April 2018.
Menurut Habib, Pemerintah Indonesia sudah melakukan sinergi dengan masyarakat sipil unutk menyelesaikan berbagai isu penanganan pengungsi.
"Mengonsolidasikan pemahaman bersama antara pemerintah dan civil society terhadap cara terbaik untuk menangani pengungsi, baik dari sisi normatif, peraturan atau peningkatan kapasitas itu penting," imbuhnya.
Dia menyebutkan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi berulang kali mengingatkan untuk mengedepankan bantuan kemanusiaan sebagai simbol dalam penanganan pengungsi. Biasanya, untuk menyalurkan bantuan tersebut, kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil dibutuhkan.
Dari data Kementerian Hak Asasi Manusia dan Hukum, jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia sebanyak 14.364. Sekitar 1.958 pengungsi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi, 2.062 di ruang tahanan kantor imigrasi dan 32 di Direktorat Jenderal Imigrasi. Sisanya tinggal di rumah komunitas dan menjadi pengungsi independen.
Sementara itu, data Lembaga Pengungsi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) menunjukkan para pengungsi di Indonesia mayoritas berasal dari Afghanistan, Somalia, Myanmar, Irak dan Sri Lanka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News