medcom.id, Jakarta: Ratusan orang dari etnis minoritas Rohingya melarikan diri dari wilayah Rakhine di Myanmar ke negara tetangga Bangladesh dalam beberapa pekan terakhir.
Sentimen agama disebut-sebut menjadi salah satu faktor penyebab larinya Rohingya. Namun menurut SUAKA, jaringan masyarakat sipil sukarela terkait pengungsian dan suaka, itu bukan penyebab utama.
"Dipahami bahwa penyebab larinya Rohingya adalah sentimen keagamaan antar Muslim dengan Buddha," ucap Zico Efraindio Pestalozzi, salah satu aktivis SUAKA, dalam sebuah acara laporan penelitian mengenai Rohingya di Hotel Gren Arlia Prapatan, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2016).
"Tapi sebenarnya penyebab utamanya lebih besar dari itu, yakni tidak diakuinya status mereka sejak pergantian konstitusi Myanmar pada 1982. Hak-hak dasar mereka tidak diakui," sambung dia.
Rohingya merasa tertindas dan terpersekusi karena tidak diakui sebagai warga negara, meski mereka sudah tinggal di Myanmar sejak beberapa generasi. Hal ini diperburuk perlakuan buruk sekelompok orang dari umat Buddha terhadap Rohingya.

Diskusi mengenai Rohingya (Foto: Willy Haryono/Metrotvnews.com).
Merasa tidak memiliki harapan hidup, Zico mengatakan Rohingya pun terpaksa mencari perlindungan suaka ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Pada 2015, ratusan Rohingya melarikan diri dari Myanmar dan mendarat di Aceh.
Pemerintah pusat pada saat itu menyambut baik kehadiran Rohingya, dan bersedia menerima mereka hingga satu tahun ke depan. Namun hingga akhir 2016, ratusan pengungsi Rohingya masih berada di Aceh.
"Sekarang sudah lewat dari 5 Mei 2016, kenapa bisa lewat seperti itu? Mereka juga tidak tahu harus sampai kapan di sini, atau apakah Pemerintah Indonesia akan benar-benar menerima mereka," tutur Rizka Argadianti Rachman, peneliti lainnya dari SUAKA.
Menurut data terbaru agensi pengungsian PBB (UNHCR) hingga Oktober, terdapat 892 pengungsi Rohingya dan 67 pencari suaka yang bermukim di Indonesia. Mereka masih menanti langkah pemerintah pusat Indonesia terkait nasib mereka ke depan, yang menurut SUAKA harus benar-benar diperhatikan.
Dalam kasus terbaru di Rakhine, pemicunya adalah operasi militer Myanmar yang diklaim dilakukan untuk memburu ekstremis. Pada September, serangkaian serangan terkoordinasi dan mematikan di pos perbatasan menewaskan sejumlah polisi Myanmar.
Namun dalam operasinya, pasukan Myanmar dituduh melakukan aksi kekerasan terhadap Rohingya. Muncul pula sejumlah laporan adanya pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan pasukan Myanmar terhadap Rohingya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id