Manajernya merupakan seorang pejabat dari Pyongyang, dan ia mengirimkan keuntungan setiap bulan ke pemerintah Korut. Pyongyang Specialties diketahui telah menjadi tempat populer di Dandong, sebelum ditutup pada Februari 2020 akibat pandemi covid-19.
Meskipun telah dibuka pada Maret 2021, hanya sebagian kecil dari pelanggannya yang kembali. Manajer mencoba segala upaya yang mereka bisa untuk menarik para pelanggan.
“Mereka memiliki kamar untuk satu orang dan kamar untuk banyak orang, dan pelanggan dapat duduk sesuai permintaan mereka. Kemudian mereka bisa memesan makanan dan pertunjukan pribadi,” pungkas sumber itu.
“Jika kalian memesan pertunjukan pribadi, yang harganya mahal, para perempuan Pyongyang datang ke kamar kalian dan menari atau memainkan alat musik,” ucapnya.
Etnis Korea lainnya dari Dandong, yang mengunjungi Pyongyang Specialties hari sebelumnya mengatakan kepada RFA, pelanggan dapat membayar Rp226 ribu per lagu, pelayan menari atau memainkan alat musik.
“Kami berada di kamar untuk dua orang dan memesan tarian solo dan resital solo bersama dengan makanan kami. Para perempuan menari di kamar kami tanpa topeng sampai akhir makan,” tutur sumber kedua, yang meminta anonimitas untuk berbicara dengan bebas.
“Pyongyang Specialties bukan satu-satunya restoran di Dandong yang menawarkan penampilan oleh pelayan perempuan. Mereka juga memilikinya setiap malam di Restoran Pyongyang Koryo dan Restoran Ryugyong, dan mereka juga tidak memakai masker di depan pelanggan di sana. Jadi, saya khawatir mereka akan terinfeksi,” terang sumber kedua.
Sumber tersebut pun mengatakan, ia marah karena pemerintah Korut tampaknya tidak peduli dengan kesehatan para perempuan muda itu.
“Pihak berwenang Korut menyedot semua mata uang asing yang diperoleh para perempuan ini, yang dibuat untuk tampil tanpa topeng karena varian Omicron baru ini menyebar ke seluruh dunia,” tegas sumber tersebut.
Menyusul adopsi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2397 pada Desember 2017, semua pekerja Korut di luar negeri seharusnya telah dipulangkan pada akhir 2019. Sejumlah negara tuan rumah dilarang mengeluarkan visa kerja baru.
Korut telah mampu menyiasatinya dengan mengirimkan pekerja ke negara tetangga dengan visa pelajar. Pyongyang pun berharap untuk terus melakukan ini setelah 2019.
Namun, pandemi virus korona kian menghalangi rencana tersebut, saat mendorong Korut dan Tiongkok untuk menutup perbatasan mereka pada Januari 2020.
Sumber kedua juga menjelaskan, statistik tidak resmi mencatat pada suatu waktu, terdapat 100 ribu pekerja Korut di Tiongkok. Kini, diperkirakan hanya terdapat sekitar dua atau tiga ribu di sekitar Dandong, dan Provinsi Liaoning di sekitarnya. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News