Christchurch: Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern berjanji akan bertanggung jawab atas keluarga korban serangan masjid Christchurch pada 2019 lalu. Pernyataan ini disampaikan jelang laporan besar mengenai 'pembantaian terburuk' di negara itu dirilis ke publik.
Pelaku yang merupakan penganut supremasi kulit putih asal Australia, Brenton Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus lalu. Ia membunuh 51 jemaah Muslim dan melukai puluhan orang lainnya di Christchurch, pada 15 Maret 2019 lalu.
Baca: Keluarga Korban Christchurch Minta Tarrant Dihukum Selamanya.
Temuan penyelidikan komisi kerajaan atas serangan itu akan diumumkan di parlemen pada Selasa besok. Penyelidikan dibentuk untuk melihat apakah ada kegagalan yang dilakukan instansi pemerintah, dan apakah penembakan massal dapat dicegah.
"Saya sangat menghargai masyarakat yang ingin melihat akuntabilitas dalam pelaksanaannya. Mereka ingin melihat siapa yang bertanggung jawab, dan kami akan menyediakannya," kata Ardern, dilansir dari dari AFP, Senin, 7 Desember 2020.
Laporan setebal 792 halaman tersebut membutuhkan waktu sekitar 18 bulan untuk menyelesaikannya. Laporan berisi wawancara dengan ratusan orang, termasuk badan keamanan, pemimpin komunitas Muslim, ahli, dan pejabat internasional di Inggris, Norwegia, dan Australia bersama dengan Ardern.
Ardern menerima pujian global atas tanggapannya menghadapi serangan itu. Ia dengan cepat melarang penjualan senjata semi-otomatis berkapasitas tinggi yang digunakan dalam serangan tersebut.
Tak hanya itu, ia juga meluncurkan gerakan global melawan ekstremisme online dengan beberapa negara dan perusahaan teknologi, seperti Facebook.
Ardern memang mendapat pujian, namun pihak berwenang dikritik karena mengabaikan peringatan berulang dari komunitas Muslim bahwa kejahatan rasial terhadap mereka terus meningkat.
Baca: Pelaku Penembakan Masjid Selandia Baru Dipenjara Seumur Hidup.
Kritikus mengatakan badan keamanan gagal mencatat kejahatan rasial. Mereka juga mengabaikan ancaman yang berkembang dari supremasi kulit putih karena dianggap terlalu fokus pada risiko 'terorisme Islam'.
Ardern bertemu dengan anggota keluarga korban dan beberapa penyintas pada Minggu kemarin. Ia berjanji akan segera menindaklanjuti laporan mereka, namun mengatakan butuh waktu untuk menerapkan beberapa rekomendasi yang disampaikan padanya.
Pelaku yang merupakan penganut supremasi kulit putih asal Australia, Brenton Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus lalu. Ia membunuh 51 jemaah Muslim dan melukai puluhan orang lainnya di Christchurch, pada 15 Maret 2019 lalu.
Baca: Keluarga Korban Christchurch Minta Tarrant Dihukum Selamanya.
Temuan penyelidikan komisi kerajaan atas serangan itu akan diumumkan di parlemen pada Selasa besok. Penyelidikan dibentuk untuk melihat apakah ada kegagalan yang dilakukan instansi pemerintah, dan apakah penembakan massal dapat dicegah.
"Saya sangat menghargai masyarakat yang ingin melihat akuntabilitas dalam pelaksanaannya. Mereka ingin melihat siapa yang bertanggung jawab, dan kami akan menyediakannya," kata Ardern, dilansir dari dari AFP, Senin, 7 Desember 2020.
Laporan setebal 792 halaman tersebut membutuhkan waktu sekitar 18 bulan untuk menyelesaikannya. Laporan berisi wawancara dengan ratusan orang, termasuk badan keamanan, pemimpin komunitas Muslim, ahli, dan pejabat internasional di Inggris, Norwegia, dan Australia bersama dengan Ardern.
Ardern menerima pujian global atas tanggapannya menghadapi serangan itu. Ia dengan cepat melarang penjualan senjata semi-otomatis berkapasitas tinggi yang digunakan dalam serangan tersebut.
Tak hanya itu, ia juga meluncurkan gerakan global melawan ekstremisme online dengan beberapa negara dan perusahaan teknologi, seperti Facebook.
Ardern memang mendapat pujian, namun pihak berwenang dikritik karena mengabaikan peringatan berulang dari komunitas Muslim bahwa kejahatan rasial terhadap mereka terus meningkat.
Baca: Pelaku Penembakan Masjid Selandia Baru Dipenjara Seumur Hidup.
Kritikus mengatakan badan keamanan gagal mencatat kejahatan rasial. Mereka juga mengabaikan ancaman yang berkembang dari supremasi kulit putih karena dianggap terlalu fokus pada risiko 'terorisme Islam'.
Ardern bertemu dengan anggota keluarga korban dan beberapa penyintas pada Minggu kemarin. Ia berjanji akan segera menindaklanjuti laporan mereka, namun mengatakan butuh waktu untuk menerapkan beberapa rekomendasi yang disampaikan padanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News