Data pemerintah menunjukkan hanya 43 persen lansia berusia 80 tahun ke atas yang telah menerima vaksin dosis pertama.
Walau angka tersebut mengalami peningkatan dari 22 persen di awal Januari, angka tersebut masih tidak cukup untuk membentengi segmen populasi yang paling berisiko itu dari covid-19.
“Bahkan menggandakan angka kecil tetap menghasilkan angka kecil,” ujar Dr. Karen Grepin, profesor Sekolah Kesehatan Masyarakat di Universitas Hong Kong, dilansir dari The Straits Times, Selasa, 22 Februari 2022.
“Masih terdapat orang yang belum divaksinasi di panti-panti jompo dan itu hanyalah sebuah bom waktu,” imbuh Grepin.
Kalangan lansia telah mendominasi total kematian yang berjumlah 311 selama wabah ini.
Para peneliti universitas menyebut hampir 7.000 warga berisiko meninggal dunia dalam merebaknya wabah covid-19 kali ini.
Menghadapi lonjakan pasien, rumah sakit tidak lagi dapat menerima pasien baru. Sehingga, staf panti jompo menyampaikan peringatan akan bahaya penyebaran wabah meluas yang diakibatkan lansia positif covid-19.
Asosiasi Pelayanan Lansia Hong Kong pada Jumat, 18 Februari 2022 mengatakan fasilitas yang tersedia tidak memiliki cukup staf, peralatan, atau ruang untuk menangani pasien covid-19. Lembaga swadaya masyarakat itu pun meminta agar pemerintah menyediakan tempat untuk menangani kaum lansia tanpa gejala.
Kekhawatiran tersebut masuk akal, mengingat pengalaman serupa di negara-negara lain. Misalnya, kematian akibat virus korona di Amerika Serikat (AS) pada kelompok 80 tahun ke atas yang tidak divaksinasi mencapai hampir tujuh kali lipat kelompok usia yang sama namun telah divaksinasi.
Pemerintah Hong Kong telah meluncurkan program vaksinasi di awal 2021, tapi gagal menghilangkan keraguan sebagian besar lansia. Para lansia takut akan efek samping vaksin atau terlena dengan rendahnya kasus covid-19 di Hong Kong.
Di kala angka kasus covid-19 di Hong Kong rendah, negara tersebut tidak juga mengalami kemajuan dalam persiapan fasilitas karantina, seperti ruang isolasi dan kapasitas rumah sakit.
Keadaan ini meningkatkan risiko kematian dibandingkan sejumah negara lain yang lebih sukses dalam melaksanakan program vaksinasi lansia.
Misalnya, persentase kematian di Korea Selatan menjadi 0,38 persen pada 20 Februari dari 0,88 persen sebulan sebelumnya. Ini disebabkan oleh tingginya tingkat vaksinasi di mana 88 persen masyarakat berusia 60 tahun ke atas telah memperoleh tiga dosis vaksin.
Memperburuk risiko yang ada, banyak lansia di Hong Kong memilih vaksin kurang efektif sebagai dosis pertamanya, yakni Sinovac Biotech Tiongkok. Padahal, vaksin RNA produksi Pfizer-BioNTech dan Moderna terbukti memiliki kemampuan lebih dalam melindungi dari varian Omicron.
Bukan menambah upaya peningkatan vaksinasi, pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan pemerintah akan melakukan tes massal covid-19.
Jean Woo, direktur Klub Joki China University Hong Kong (CUHK) menyampaikan bahwa tes massal berpotensi memperburuk situasi.
"Tidak ada tempat bagi mereka untuk duduk," kata Woo.
"Ini dingin. Ini meningkatkan risiko infeksi silang,” imbuh Woo.
Implementasi ‘nol kasus’ dalam menghadapi covid-19 Hong Kong telah mengakibatkan dampak buruk bagi fasilitas kesehatan. Rakyat Hong Kong sempat dikejutkan dengan sejumlah video pasien lansia terbaring di luar rumah sakit yang tersebar melalui media sosial.
Dr. Siddharth Sridhar, asisten profesor klinis mikrobiologi di Universitas Hong Kong, menyebut lansia yang terinfeksi virus corona harus mendapatkan penanganan cepat menggunakan obat seperti remdesivir. Tapi, krisis yang terjadi di berbagai rumah sakit mempersulit hal tersebut. (Kaylina Ivani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News