"Jumlah korban tewas melonjak selama sepekan terakhir di Myanmar, di mana pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan mematikan secara agresif terhadap pengunjuk rasa damai," kata Juru Bicara Kantor Hak Asasi PBB Ravina Shamdasani kepada wartawan, seperti dikutip AFP, Rabu 17 Maret 2021.
“Secara total, bahwa 149 orang telah tewas dalam penumpasan protes sejak 1 Februari. Tetapi jumlah sebenarnya pasti jauh lebih tinggi,” ujarnya.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 180 orang telah tewas, termasuk 74 orang pada Minggu saja.
Selain pembunuhan, Shamdasani memperingatkan bahwa pasukan keamanan terus menangkap dan menahan orang secara sewenang-wenang di seluruh negeri, dengan sedikitnya 2.084 orang saat ini ditahan.
"Laporan penyiksaan yang sangat menyedihkan di dalam tahanan juga telah muncul," tuturnya.
Kantor tersebut telah menetapkan bahwa "setidaknya lima kematian dalam tahanan telah terjadi dalam beberapa pekan terakhir," katanya,
Shamdasani menambahkan bahwa "setidaknya dua tubuh korban telah menunjukkan tanda-tanda penganiayaan fisik yang parah yang menunjukkan bahwa mereka disiksa".
Penghilangan paksa
Menurut pihak kantor HAM PBB, ratusan orang yang telah ditahan secara tidak sah tetap tidak ditemukan dan belum diakui oleh otoritas militer.“Ini sama dengan penghilangan paksa,” tegasnya.
Komentarnya muncul setelah pasukan keamanan meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta, meskipun ada permintaan internasional untuk menahan diri.
Sebagian besar negara telah gempar sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi bulan lalu, dengan ratusan ribu orang turun ke jalan untuk menuntut kembali ke demokrasi.
Shamdasani menyuarakan keprihatinan bahwa kantor hak asasi PBB menghadapi kesulitan yang meningkat untuk mengkonfirmasi informasi di lapangan. Terutama menunjuk pada penerapan darurat militer di berbagai kota di dan sekitar Yangon dan Mandalay.
Selain itu, banyak lingkungan kelas pekerja tempat orang-orang terbunuh telah terputus melalui pemadaman komunikasi yang diberlakukan oleh negara.
Tindakan keras yang dramatis terhadap media di negara itu juga mempersulit mendapatkan informasi, katanya, seraya menunjukkan bahwa setidaknya 37 jurnalis telah ditangkap, sementara lima outlet berita utama Myanmar telah dicabut izinnya.
Kantor hak asasi PBB mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir, dengan 11 kematian pada Senin, 39 pada Minggu dan 18 pada hari Sabtu.
Shamdasani mengatakan angka-angka itu, yang pasti terlalu rendah, termasuk orang-orang yang tewas di wilayah Hlaing Tharyar, Yangon. “Orang-orang ini tewas selama penumpasan dengan kekerasan oleh pasukan keamanan setelah aktor tak dikenal membakar pabrik yang dioperasikan atau diinvestasikan Tiongkok,” pungkas Shamdasani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News