Komentarnya muncul setelah pasukan keamanan meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta, meskipun ada permintaan internasional untuk menahan diri.
Sebagian besar negara telah gempar sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi bulan lalu, dengan ratusan ribu orang turun ke jalan untuk menuntut kembali ke demokrasi.
Shamdasani menyuarakan keprihatinan bahwa kantor hak asasi PBB menghadapi kesulitan yang meningkat untuk mengkonfirmasi informasi di lapangan. Terutama menunjuk pada penerapan darurat militer di berbagai kota di dan sekitar Yangon dan Mandalay.
Selain itu, banyak lingkungan kelas pekerja tempat orang-orang terbunuh telah terputus melalui pemadaman komunikasi yang diberlakukan oleh negara.
Tindakan keras yang dramatis terhadap media di negara itu juga mempersulit mendapatkan informasi, katanya, seraya menunjukkan bahwa setidaknya 37 jurnalis telah ditangkap, sementara lima outlet berita utama Myanmar telah dicabut izinnya.
Kantor hak asasi PBB mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir, dengan 11 kematian pada Senin, 39 pada Minggu dan 18 pada hari Sabtu.
Shamdasani mengatakan angka-angka itu, yang pasti terlalu rendah, termasuk orang-orang yang tewas di wilayah Hlaing Tharyar, Yangon. “Orang-orang ini tewas selama penumpasan dengan kekerasan oleh pasukan keamanan setelah aktor tak dikenal membakar pabrik yang dioperasikan atau diinvestasikan Tiongkok,” pungkas Shamdasani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News