Warga Myanmar menentang kudeta militer dengan lakukan protes. Foto: AFP
Warga Myanmar menentang kudeta militer dengan lakukan protes. Foto: AFP

27 Pedemo Ditahan Militer Myanmar, Termasuk Jurnalis

Fajar Nugraha • 09 Februari 2021 15:24
Yangon: Para pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer Myanmar menentang larangan untuk berdemonstrasi untuk hari keempat berturut-turut pada Selasa 9 Februari. Mereka meneriakkan anti kudeta dan menghadapi polisi yang menembakkan meriam air.
 
Polisi menangkap setidaknya 27 orang di kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay. Mereka yang ditangkap juga termasuk jurnalis.
 
Baca: Abaikan Peringatan Militer, Ribuan Warga Myanmar Kembali Berdemo.

Kudeta 1 Februari dan penahanan pemimpin sipil terpilih Aung San Suu Kyi telah memicu gerakan pembangkangan sipil yang berkembang yang mempengaruhi rumah sakit, sekolah, dan kantor pemerintah.
 
Polisi Myanmar menembakkan meriam air ke pengunjuk rasa damai di ibu kota negara Naypyidaw pada saat demonstrasi hari kedua. Pihak keamanan bertindak keras setelah kerumunan menolak untuk membubarkan diri sebuah video yang diposting di Facebook menunjukkan.
 
Video di Bago, timur laut pusat komersial Yangon, juga menunjukkan polisi menembakkan meriam air dan menghadapi kerumunan besar.
 
Protes baru juga muncul di berbagai bagian Yangon, termasuk di dekat markas Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi.
 
Para pengunjuk rasa membawa plakat anti-kudeta termasuk "Kami ingin pemimpin kami", mengacu pada Aung San Suu Kyi, dan "Tidak ada kediktatoran".
 
Di San Chaung -,di mana pertemuan besar secara khusus dilarang,- sejumlah guru berbaris di jalan utama, melambaikan hormat tiga jari yang telah menjadi ciri khas para pengunjuk rasa.
 
"Kami tidak khawatir dengan peringatan mereka. Itu sebabnya kami keluar hari ini. Kami tidak dapat menerima alasan mereka melakukan penipuan suara. Kami tidak ingin ada kediktatoran militer," kata guru Thein Win Soe kepada AFP, Selasa 9 Februari 2021.
 
Pimpinan Militer Jenderal Min Aung Hlaing berpidato di televisi pada Senin malam untuk membenarkan perebutan kekuasaan. Sementara pernyataan militer menjelaskan tindakan yang jelas akan segera diambil terhadap para pengunjuk rasa.
 

 
Militer melarang pertemuan lebih dari lima orang di beberapa bagian Yangon dan daerah lain di seluruh negeri.

Janji militer

Dalam pidatonya di televisi, yang pertama sejak kudeta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing menegaskan perebutan kekuasaan dibenarkan karena "kecurangan pemilih".
 
NLD memenangkan pemilihan nasional November lalu dengan telak, tetapi militer tidak pernah menerima keabsahan suara tersebut.
 
Tak lama setelah kudeta, militer mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun dan berjanji untuk mengadakan pemilihan baru.
 
Min Aung Hlaing pada Senin bersikeras militer akan mematuhi janjinya. Dia juga menyatakan bahwa segalanya akan "berbeda" dari pemerintahan 49 tahun sebelumnya, yang berakhir pada 2011.
 
“Setelah tugas masa darurat selesai, pemilihan umum multi partai yang bebas dan adil akan diselenggarakan sesuai konstitusi. Partai pemenang akan dialihkan tugas negara sesuai dengan standar demokrasi,” ujar Min.
 
Tapi janji itu disertai ancaman. Dalam menghadapi gelombang pembangkangan yang semakin berani, militer merilis pernyataan di TV pemerintah pada hari Senin yang memperingatkan bahwa penentangan terhadap junta adalah melanggar hukum.
 
“Tindakan harus diambil sesuai dengan hukum dengan langkah efektif terhadap pelanggaran yang mengganggu, mencegah dan menghancurkan stabilitas negara, keamanan publik dan supremasi hukum,” tegas Jenderal Min melalui televisi pemerintah, MRTV.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan