Jakarta: Vaksin tak diragukan lagi sebagai salah satu senjata untuk melawan pandemi covid-19, selain juga mengikuti protokol kesehatan. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, melakukan berbagai pendekatan untuk mencari celah mendapatkan vaksin covid-19.
Pengembangan vaksin dunia sudah berjalan sejak Maret 2020. Saat itu ada empat kandidat vaksin yang memasuki uji coba kepada manusia.
Vaksin yang dimaksud antara lain, LNP-encapsulated mRNA yang dikembangkan Moderna dan NIAID, Vaksin ChAdOx1-S yang dikembangkan AstraZeneca-University of Oxford, vaksin yang berasal dari virus SARS-CoV-2 yang dilemahkan, dari Sinovac, dan vaksin Ad5-nCoV yang dikembangkan CanSino Biological Inc dan Beijing Institute of Biotechnology.
Baca: Mekanisme Multilateral Pegangan Utama RI dalam Diplomasi Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Indonesia pada Desember 2020 sudah menetapkan enam vaksin covid-19 yang akan digunakan di Indonesia. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9.860 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19). Keenam jenis vaksin itu adalah vaksin Merah Putih, AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, Sinovac Biotech Ltd.
Hingga pada akhirnya Indonesia memutuskan untuk membeli vaksin dari Sinovac. Vaksin Sinovac, tidak hanya dibeli jadi tetapi juga dibeli bahan bakunya yang kemudian dikembangkan perusahaan obat Bio Farma di Bandung.
Vaksin Sinovac yang dikembangkan bersama Bio Farma ini kemudian yang disebarkan secara luas saat ini.
Dalam upaya mengamankan pasokan vaksin, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan jika kerja sama bilateral dan multilateral dalam penanganan pandemi virus korona sangat dibutuhkan. Hingga saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama dengan 120 pihak, yaitu 11 negara, 12 Organisasi Internasional, dan 97 NGOs.
Salah satu kerja sama yang dilakukan adalah diplomasi vaksin. Retno mengatakan ini bukanlah hal yang mudah. “Mengenai vaksin, tugas utama diplomasi adalah membuka jalan dan akses terhadap komitmen penyediaan vaksin, baik dari jalur bilateral, maupun multilateral," katanya.
Retno mengatakan tugas diplomasi vaksin ini dijalankan tidak saja untuk membuka akses pemenuhan kebutuhan jangka pendek atas vaksin bagi masyarakat Indonesia, namun juga untuk memberikan dukungan terhadap vaksin multilateralisme.
Menlu Retno menambahkan, melalui kerangka multilateral, Indonesia terus aktif mengamankan potensi perolehan vaksin hingga 20 persen penduduk melalui mekanisme COVAX-AMC. Mekanisme ini adalah inisiatif Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang bekerja sama dengan berbagai badan lain untuk mengamankan akses vaksin setara, terutama bagi negara berkembang dan miskin.
Pada Januari 2021 Menlu Retno terpilih sebagai salah satu Ketua Bersama (Co-Chair) COVAX. Retno mengatakan Indonesia memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan tersebut, yakni sebesar 41 persen dari suara masuk.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan