Bagaimana cara penerapannya?
Meskipun undang-undang tersebut telah ada sejak lama, jumlah penuntutan telah meningkat dan hukuman semakin berat sejak militer mengambil alih kekuasaan.Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, jumlah orang yang diselidiki untuk lese-majeste telah meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat jumlah yang diselidiki dalam 12 tahun sebelumnya. Hanya empat persen dari yang dihukum pada 2016 dibebaskan.
Ada berbagai macam pelanggar, dari seorang kakek yang mengirim pesan teks yang dianggap menghina ratu, hingga seorang warga negara Swiss yang dengan mabuk mencoret poster-poster mendiang raja.
Warga lain juga telah ditangkap karena lese majeste atas aktivitas online, seperti memposting gambar anjing favorit almarhum Raja Bhumibol di Facebook, dan mengklik tombol ‘suka’ di Facebook pada postingan yang dianggap menyinggung.
Jejaring sosial tersebut sebenarnya menghadapi larangan di Thailand pada Mei 2017 karena gagal memblokir konten ilegal termasuk dugaan posting lese majeste, meskipun pihak berwenang kemudian mundur.
Kelompok pemerhati HAM mengatakan, pemerintah menggunakan undang-undang sebagai alat politik untuk membungkam ucapan kritis, terutama secara online. Undang-undang tersebut, kata Amnesty International, “telah digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai dan memenjarakan tahanan yang tidak bersalah".
Pada Februari 2017, pelapor khusus PBB untuk promosi opini dan ekspresi, David Kaye, mengatakan, “fakta bahwa beberapa bentuk ekspresi yang dianggap menghina seorang tokoh publik tidak cukup untuk membenarkan pembatasan atau hukuman".
“Ketentuan lese majeste tidak memiliki tempat di negara demokratis. Untuk itu sudah sangat pantas untuk dicabut,” pungkas Kaye.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id