Penegakan tersebut semakin meningkat sejak militer Thailand mengambil alih kekuasaan pada 2014 melalui kudeta. Banyak rakyat Thailand telah dihukum dengan hukuman penjara yang berat.
Baca: Ribuan Warga Thailand Desak Reformasi Pemerintahan.
Kritikus mengatakan, pemerintah yang didukung militer menggunakan undang-undang tersebut untuk menekan kebebasan berbicara, dan PBB berulang kali meminta Thailand untuk mengubahnya.
Tetapi pemerintah mengatakan, undang-undang itu diperlukan untuk melindungi monarki, yang secara luas dihormati di Thailand.
Apa sebenarnya hukum ini?
Pasal 112 KUHP Thailand mengatakan, “siapa pun yang mencemarkan nama baik, menghina atau mengancam raja, ratu, pewaris atau bupati akan dihukum dengan hukuman penjara antara tiga hingga 15 tahun”.Undang-undang ini hampir tidak berubah sejak dibuatnya hukum pidana pertama negara itu pada 1908, meskipun hukumannya diperketat pada 1976.
Keputusan itu juga telah diabadikan dalam semua konstitusi Thailand baru-baru ini, yang menyatakan: "Raja akan dinobatkan dalam posisi pemujaan yang dihormati dan tidak boleh dilanggar. Tidak ada seorang pun yang boleh mengekspos Raja terhadap tuduhan atau tindakan apa pun."
Namun, tidak ada definisi tentang apa yang merupakan penghinaan terhadap monarki. Para kritikus mengatakan, hal ini memberikan kelonggaran kepada pihak berwenang untuk menafsirkan hukum dengan cara yang sangat luas.