Banyak orang lain dengan luka serius takut untuk mencari pengobatan gratis di rumah sakit militer, karena takut luka mereka akan menunjukkan keterlibatan mereka dalam protes anti-kudeta.
"Tidak semua orang mau pergi," kata Marjan Besuijen, Kepala Misi Medecins Sans Frontieres (MSF) di Myanmar, kepada AFP.
"Mereka takut ditangkap."
Dalam sebuah laporan bulan lalu, MSF juga mengatakan mitranya di Myanmar telah menyaksikan serangan junta terhadap organisasi-organisasi yang "memberikan pertolongan pertama kepada pengunjuk rasa yang terluka, dan melihat persediaan mereka dihancurkan."
Tak bisa bertahan
Rumah sakit militer biasanya tidak terbuka untuk umum tetapi junta telah memperluas operasi mereka setelah banyak dokter keluar dari pekerjaannya setelah kudeta.Pemogokan, yang juga diikuti oleh sejumlah besar pegawai negeri dan pegawai pemerintah lainnya, telah memaksa penutupan hampir semua rumah sakit umum di negara itu.
Ini juga telah melumpuhkan ekonomi dan memberikan tekanan besar pada sistem perbankan.
Mereka yang beruntung masih memiliki pekerjaan dan tabungan menghadapi antrian sepanjang hari di ATM untuk menarik maksimal USD120 per minggu, membuat banyak orang berjuang untuk membayar makanan dan sewa, apalagi operasi.