Asap hitam tampak di Kota Yangon, Myanmar saat pihak berwenang lakukan tindakan keras ke pedemo. Foto: AFP
Asap hitam tampak di Kota Yangon, Myanmar saat pihak berwenang lakukan tindakan keras ke pedemo. Foto: AFP

Seorang Balita Selamat dari Serangan Udara Militer Myanmar

Fajar Nugraha • 30 Maret 2021 12:27
Yangon: Seorang balita Myanmar secara ajaib selamat dari serangan udara akhir pekan yang menewaskan ayahnya. Serangan udara itu menghantam sebuah gubuk bambu dekat perbatasan negara yang dilanda kudeta dengan Thailand.
 
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Penahanan itu memicu protes massa yang menuntut kembalinya demokrasi.
 
Pada Sabtu malam, militer Myanmar melancarkan serangan udara pertama di negara bagian Karen dalam 20 tahun, beberapa jam setelah kelompok pemberontak merebut pangkalan militer.

Di antara sasaran yang diserang adalah pondok bambu yang ditinggali oleh Saw Ta Eh Ka Lu Moo Taw. Bocah berusia hampir tiga tahun ini tinggal di lembah Day Bu Doh bersama orangtuanya yang berprofesi sebagai petani.
 
"Dia sedang duduk di pangkuan ayahnya saat itu dan pecahan bom membunuh ayahnya. (Anak laki-laki itu) menderita luka robek di lehernya dan masih ada beberapa pecahan di dalam dirinya," kata David Eubank dari Free Burma Rangers kepada AFP, Selasa 30 Maret 2021
 
Eubank mengatakan sang ayah, Saw Aye Lay Htoo, 27, meninggal seketika.
 
Kelompok kemanusiaan Kristen menjalankan klinik kesehatan di daerah tersebut dan memberikan perawatan medis kepada bocah itu. Eubank mengatakan, petugas medis akan mencoba mengeluarkan pecahan peluru dengan operasi kecil.
 
"(Anak laki-laki dan ibunya) dalam keterkejutan dan kesedihan. Bocah itu tahu bahwa ayahnya telah meninggal," katanya.
 
Petugas kesehatan khawatir anak tersebut bisa terkena infeksi dari pecahan logam dan memberinya antibiotik.

Anak-anak cedera

Diperkirakan 3.000 orang etnis Karen telah melarikan diri melalui hutan dan sungai untuk mencari keselamatan melintasi perbatasan di Thailand saat serangan udara berlanjut pada Minggu dan Senin. Ini adalah hari-hari yang suram bagi anak-anak di Myanmar.
 

 
Diperkirakan 10 anak dilaporkan tewas pada Sabtu, hari paling berdarah dari penumpasan militer terhadap protes anti-kudeta. Lebih dari 100 orang tewas di seluruh negeri dalam kekerasan Sabtu itu.
 
Di antara korban tewas adalah seorang bocah lelaki berusia 13 tahun bermain di luar rumahnya di Yangon dan seorang gadis berusia 11 tahun yang peti mati pada Minggu diisi dengan boneka dan buku mewarnai putri.
 
"Selain dampak langsung dari kekerasan, konsekuensi jangka panjang dari krisis bagi anak-anak negara bisa menjadi bencana besar," kata Henrietta Fore, Direktur Eksekutif badan anak PBB, UNICEF, dalam sebuah pernyataan.
 
Di Yangon, seorang gadis berusia satu tahun dalam proses pemulihan setelah operasi setelah ditembak di matanya dengan peluru karet saat bermain di dekat rumahnya pada Sabtu. Hari yang nahas itu merupakan hari ulang tahunnya.
 
Seorang teman keluarga mengatakan kepada AFP bahwa gadis itu akan buta seumur hidup.
 
Sementara itu, di seberang Yangon, keluarga lain berkumpul di sekitar balita yang menjalani operasi pada Senin setelah sebagian telinganya terlepas.
 
"Telinganya rusak total dan sebagian kepalanya juga terluka di belakang telinga," ucap ayahnya kepada AFP, seraya menambahkan keluarga itu berjuang untuk memenuhi kebutuhan dan tidak tahu bagaimana mereka akan membayar biaya pengobatannya.
 
Dalam sebuah tindakan pembangkangan ketika korban dan kematian anak-anak meningkat, 60 anak muda di sebuah kota di negara bagian Karen timur menggelar parade protes mereka sendiri ditemani oleh ibu mereka pada Senin. Mereka berdemo dengan pakaian etnik Karen yang berwarna-warni membawa tanda bertuliskan "Ganyang kediktatoran militer".

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan