Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar. Foto: Dok.Kemenlu RI
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar. Foto: Dok.Kemenlu RI

Demokrasi Tetap Relevan di Tengah Pandemi Covid-19

Willy Haryono • 04 Desember 2020 11:56
Jakarta: Pandemi virus korona (covid-19) berdampak serius terhadap semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Virus yang pertama kali muncul di Tiongkok pada akhir 2019 ini telah memukul berbagai sektor kehidupan masyarakat global, terutama di bidang kesehatan dan ekonomi.
 
Sebagai salah satu negara terdampak pandemi covid-19, Indonesia tetap memandang demokrasi sebagai nilai dan sistem terbaik dalam menangani masalah tersebut. Demokrasi diyakini mampu membawa Indonesia melewati berbagai tantangan, tak terkecuali pandemi covid-19.
 
"Sistem demokrasi tetap yang paling tepat dalam menghadapi pandemi saat ini," ujar Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam wawancara eksklusif bersama Media Group pada Selasa, 1 Desember 2020.

"Kita memiliki keyakinan apa yang kita anut dan perjuangkan sejak lama itu harus diperkuat. Tidak hanya dipertahankan, karena tetap relevan (dalam menghadapi pandemi)," lanjutnya.
 
Lantas, seperti apa relevansi demokrasi dengan pandemi covid-19, yang merupakan tema utama dalam acara Bali Democracy Forum ke-13 tahun ini?
 
Salah satu relevansi itu dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan secara demokratis. Mahendra mengatakan, proses pengambilan keputusan di negara-negara demokratis seperti Indonesia akan cenderung lebih lambat dibanding negara yang tidak menerapkan nilai-nilai demokrasi.
 
Meski begitu, Mahendra berpendapat pengambilan keputusan tetap harus dilakukan secara demokratis, walau Indonesia sedang menghadapi situasi pandemi.
 
"Di negara lain, mungkin Perppu tidak perlu melalui DPR dan bisa langsung diputuskan. Namun saat Perppu itu dijalankan, bisa jadi justru berdampak buruk," ucap Mahendra, merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
 
"Dari kacamata Kemenlu, justru dalam kedaruratan tetap perlu ada mekanisme pengambilan keputusan secara demokratis. Ini dikarenakan berbagai risiko dapat ditekan melalui sistem demokratis," sambungnya.
 
Satu catatan penting lainnya, lanjut mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat itu, adalah bahwa nilai-nilai demokrasi juga tetap memerhatikan kedaruratan situasi. Mekanisme Perppu di Indonesia disebut Mahendra sudah dibuat sejak awal, demi mengantisipasi hal-hal darurat dan tak terduga.
 

Menurut Mahendra, jika nilai-nilai demokrasi ini terus dipertahankan dan dijalankan secara konsisten, maka Indonesia dapat memiliki daya tahan yang lebih hebat terhadap berbagai goncangan, termasuk krisis sehebat pandemi saat ini.
 
"Daya tahan kita akan semakin kuat, semakin resilient," tutur Mahendra.
 
Proses pengambilan keputusan secara demokratis di tengah pandemi ini merupakan pelajaran berharga yang dapat dibagikan Indonesia kepada negara-negara lain dalam BDF ke-13. Sebaliknya, Indonesia juga dapat belajar dari negara-negara lain terkait penanganan pandemi.
 
Mahendra menekankan bahwa pandemi covid-19 merupakan suatu kejadian besar yang tidak terduga dan mengejutkan bagi banyak negara. Ia menyebut sejauh ini tidak ada pendekatan efektif dan paling mujarab dalam mengatasinya.
 
Oleh karenanya, Indonesia tidak hanya akan belajar dari pengalaman negara-negara demokrasi, tapi juga dari negara-negara yang menganut sistem lainnya.
 
"Lesson learned-nya bukan semata sistem apa yang lebih baik, apa demokrasi lebih baik atau tidak, justru pembelajarannya itu adalah untuk ke depannya kita harus siap menghadapi krisis-krisis besar lainnya. Saya rasa pandemi covid-19 ini bukan yang terakhir," ungkapnya.
 
BDF ke-13 dengan tema 'Democracy and COVID-19 Pandemic' akan digelar di Nusa Dua, Bali pada tanggal 10 Desember 2020. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, BDF kali ini digelar hibrida, yakni secara virtual dan juga tatap muka.
 
"Kenapa hibrida? Ini karena kita berpandangan, bahwa kondisi saat ini harus kita hadapi, termasuk dalam konteks penyelenggaraan acara dan forum-forum internasional, dengan tetap menerapkan standar dan protokol kesehatan yang ketat," sebut Mahendra.
 
Persamaan BDF ke-13 dengan tahun-tahun sebelumnya adalah Road to BDF, yakni rangkaian pertemuan di bidang ekonomi, bisnis, media, dan kepemudaan. Road to BDF tahun ini sudah digelar sepanjang November, yang juga menerapkan sistem hibrida virtual dan tatap muka di Nusa Dua, Bali.
 
Dalam hal jumlah peserta, BDF tahun ini dipangkas dari kisaran ratusan menjadi hanya puluhan. Sekitar 50 perwakilan dijadwalkan hadir secara fisik di Nusa Dua Bali, yang sebagian besarnya adalah mereka yang sudah ada di Indonesia. Perwakilan yang ada di luar Indonesia akan mengikuti BDF 2020 secara virtual.
 
"Kita mempunyai harapan bahwa dengan protokol kesehatan yang baik dan disiplin, maka dapat memberikan sinyal bahwa kita memang mampu melakukan pertemuan hibrida dalam kondisi sulit saat ini," ujar Mahendra.
 
"Ini juga dalam rangka membuka kembali Bali secara bertahap untuk pertemuan-pertemuan internasional," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




Presented By:
Logo BrandConnect

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan