Melalui unggahan terbarunya di akun Instagram @duniamanji, mantan vokalis band Drive itu mempertanyakan transparansi dan keadilan dalam mekanisme pembagian royalti, khususnya terkait penarikan royalti atas suara ambience seperti kicauan burung dan suara alam yang diputar di ruang-ruang publik.
Banyak pelaku usaha yang kini memilih memutar suara alam sebagai alternatif karena takut dikenakan pungutan royalti saat memutar lagu-lagu milik musisi Indonesia.
"Kalau suara burung atau ambience (sering di RS, salon, spa) royaltinya dibayarkan ke siapa?" tulis Anji, dikutip pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Anji juga menyoroti bagaimana pihak LMK mengetahui secara pasti lagu apa saja yang diputar di tempat-tempat usaha tersebut dan bagaimana mekanisme pembagiannya dilakukan secara adil kepada para pencipta lagu.
baca juga:
|
"LMK membuat aturan membayar royalti dengan perhitungan jumlah ruangan, per kursi dan semacamnya. Bukan berdasarkan penggunaan lagu. Jadi bagaimana membaginya kepada pencipta? Apakah LMK tahu lagu apa saja yang diputar? Apakah akan adil sesuai penggunaannya?," tanya Anji.
Anji Anggap Sistem Direct License Lebih Transparan Dibanding Sistem yang Diterapkan Oleh LMK
Sebagai solusi, Anji menyarankan agar sistem direct license (perjanjian langsung antara penyanyi dan pencipta lagu) mulai dipertimbangkan sebagai alternatif. Menurutnya, sistem ini lebih transparan dan menjamin pencipta lagu mendapatkan hak sesuai penggunaan karyanya dibanding dengan sistem yang diterapkan oleh LMK saat ini.
"Jika sistem penarikannya Direct License sudah pasti pencipta lagu mendapatkan haknya, sesuai yang dibayarkan," ungkap Anji.
Meski sistem direct license dianggap lebih rumit, Anji menyebut beberapa pencipta lagu yang telah mencoba mekanisme tersebut secara mandiri justru tak mengalami masalah berarti.
"Ketika musisinya enggan membayar, lagunya tidak dibawakan, pencipta tidak mendapat bayaran jelas. Berbeda dengan penggunaan lagu di resto, kafe dll. LMK harus bisa menjelaskan kepada pihak pembayar, bagaimana cara membagi royaltinya," lanjutnya.
Anji Sarankan Teknologi Berbasis AI untuk Mendukung Penarikan Royalti
Dalam unggahannya, Anji juga menyarankan bahwa pemerintah dan pihak LMK perlu regulasi yang lebih rinci dan sistem yang lebih canggih untuk memantau penggunaan karya musik di ruang-ruang publik Indonesia.
Penyanyi berusia 46 tahun itu menilai, teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi solusi konkret untuk meningkatkan akurasi dan keadilan dalam sistem penarikan serta distribusi royalti. Dengan begitu, royalti bisa disalurkan secara langsung kepada pencipta lagu yang karyanya benar-benar digunakan.
"Menurut saya, yang harus diperjelas adalah sistem penarikan dan pendistribusian hasil royaltinya," tutur Anji.
“Jika ada alat yang bisa mendeteksi penggunaan lagu secara spesifik, tentunya bisa lebih adil dan jelas. AI pasti bisa kok,” ujarnya optimis.
Sebagai penutup, Anji pun menegaskan bahwa tanpa sistem yang berbasis data akurat dan transparan, kepercayaan antara musisi, pencipta lagu, dan pelaku usaha akan sulit dibangun. Ketidakpastian dalam distribusi royalti, menurutnya, masih menjadi kendala besar yang belum berhasil dituntaskan hingga saat ini.
“Pihak resto, kafe, dan lainnya juga selalu punya pertanyaan: kalau mereka bayar, apakah lagu yang mereka putar benar-benar sampai ke penciptanya?” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id