Adi Adrian selaku Presiden Direktur WAMI coba memahami keresahan pencipta lagu yang mengeluhkan jumlah royalti dari pertunjukan musik. Sebagai lembaga manajemen kolektif yang mengumpulkan royalti, Adi menyebut WAMI masih menghadapi sejumlah kendala. Salah satunya masih banyak promotor konser yang belum taat membayar royalti.
"Teman-teman pencipta bilang, 'Kok saya dapat segini?' Iya, kami sedang upayakan. Jadi benar, memang ada teman-teman yang masih menerima jumlah kecil dalam kategori konser. Ya, jelas, karena masih banyak yang belum membayar," kata Adi Adrian di Jakarta.
"Tantangan kita adalah user-user yang belum membayar, terutama promotor. Memang ada teman-teman yang menerima royalti kecil, dan ini akibatnya," lanjut personel band Kla Project itu.
baca juga: WAMI: Kami Bukan Tukang Palak, Kalau Pakai Lagu Wajib Bayar Royalti! |
Tahun 2024, WAMI menghimpun royalti sebanyak Rp161 miliar. Dari angka itu, jumlah royalti performing rights atau royalti dari pertunjukan musik mencapai Rp12 miliar. Jumlah ini disebut Adi mengalami kenaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Apakah ini sudah ideal? Belum. Tapi Rp 161 miliar ini adalah sesuatu yang cukup besar. Kami bangga menyampaikan bahwa kami sudah berhasil mengelola Rp 161 miliar. Konser sekitar Rp 12 miliar, ya. Lumayan lho Rp 12 miliar," ucapnya.
Sebagai lembaga yang juga banyak beranggotakan musisi, Adi menjamin WAMI juga ingin para pencipta lagu di Indonesia bisa sejahtera berkat karya-karyanya. Namun, Makki Parikesit dari band Ungu yang juga pengurus WAMI mengingatkan tidak semua pencipta lagu menghasilkan royalti besar.
"Tidak semua lagu nasibnya sama. Ada lagu yang menghasilkan miliaran, dan ada juga lagu yang tidak menghasilkan apa-apa. Jadi, kalau pertanyaannya kenapa si A dan si B mendapatkan jumlah berbeda, mungkin karena lagu si A lebih laku. Ini bukan sistem bagi rata, ini adalah pembagian adil," kata Makki.
"Kami bukan panti sosial yang harus menyamaratakan semua pencipta lagu. Kalau memang lagu Anda tidak laku, ya maaf. Itu berlaku untuk semua, termasuk pencipta lagu besar," lanjut Makki.
Demi meningkatkan klaim royalti dari digital platform, WAMI bekerjasama dengan LMK regional di luar negeri untuk pertukaran data penggunaan digital melalui proyek Global Digital Data Exchange. Selain itu, WAMI memperkenalkan ATLAS, sebuah sistem pendataan mandiri dan portal digital yang memungkinkan anggota memantau informasi karya mereka secara langsung
"WAMI memang masih belum ideal, tapi kami berusaha keras untuk memperbaiki diri dan seperti inilah pencapaiannya selama 2024. Semuanya sama-sama berjuang demi hak-hak para komposer, meskipun tidak semudah membalikkan tangan, tapi kami percaya di tahun-tahun yang akan datang pengelolaan dan kesadaran publik tentang Hak Cipta semakin tinggi dan komposer bisa semakin sejahtera," tutup Adi Adrian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News