Fenomena itu pun semakin terlihat jelas dari maraknya kafe di Malaysia yang memutar lagu Indonesia, pengamen jalanan yang menyanyikan hit-hit band Indoensia, hingga konser festival yang didominasi oleh musisi asal Indonesia.
Tak hanya musisi arus utama seperti Peterpan, Ungu, atau Rossa, pendengar Malaysia kini juga mengidolakan nama-nama alternatif seperti Bernadya, .Feast, Efek Rumah Kaca, Barasuara, hingga Nadin Amizah. Fakta ini menjadi bukti kuat bahwa musik Indonesia jauh lebih digandrungi di Negeri Jiran dan dianggap menjadi alarm serius bagi perkembangan musik lokal mereka.
baca juga:
|
Sebuah unggahan di TikTok dari akun kolektif musik indie Malaysia, @CMWP 1985, bahkan mempertegas keresahan tersebut. Unggahannya tersebut bahkan ditonton lebih dari 550 ribu kali dan memicu diskusi luas di kolom komentar.
“Pernah nggak kalian merasa lagu-lagu Malaysia itu kayak kurang ‘nyambung’ sama selera musik sekarang? Sementara lagu-lagu Indonesia terdengar jauh lebih ‘fresh’ ya?," tulis akun tersebut.
Akun itu menyoroti bahwa pasar Indonesia yang besar (270 juta penduduk) memaksa para musisi Indonesia untuk terus inovatif dalam bermusik.
“Pasar musik Indonesia memang gede banget, ada 270 juta penduduk. Industri musiknya super kompetitif, jadi mau nggak mau musisi di sana harus inovatif. Mereka berani coba genre baru. Makanya lagu-lagu Indo bisa masuk ke R&B, city pop, EDM, sampai jazz. Malaysia? Masih banyak berkutat di balada cinta dan formula lama," lanjutnya.
Selain itu, pemanfaatan platform digital yang dikemas secara baik dan menarik juga disebut menjadi faktor utama kesuksesan para musisi dari Indonesia oleh akun tersebut.
“Musisi Indonesia juga rajin banget main di TikTok dan YouTube. Bahkan lagu indie bisa gampang viral. Sementara di Malaysia, jalannya masih agak lambat," ungkapnya dengan nada kritik.
Tak hanya soal strategi distribusi dan pemanfaatan platform digital, faktor musikal dari musisi Tanah Air juga ikut disorot oleh akun tersebut.
“Lirik lagu Indonesia pakai bahasa yang santai, tapi tetap dalam. Sementara lagu kita (Malaysia) kadang terlalu puitis sampai susah dirasakan. Mereka juga berani pakai progresi chord yang unik, ada jazz, ada minor7—yang pas didengar langsung bikin ‘wah enak banget!’ Kalau lagu Malaysia, masih sering pakai chord dasar yang gampang ditebak," tanyanya.
Unggahan tersebut pun ditutup dengan ajakan untuk para musisi Malaysia agar lebih berani bereksperimen dalam bermusik.
“Bukan berarti lagu Malaysia nggak bagus, cuma mungkin sudah saatnya kita coba sesuatu yang baru," tutupnya.
Pengamen Malaysia Lebih Sering Menyanyikan Lagu Indonesia
Seorang warganet Malaysia dengan nama akun TikTok @Noreen juga baru-baru ini ikut mengungkapkan keheranannya mengapa lagu-lagu Indonesia justru terdengar lebih sering di negeri jiran dibandingkan karya musisi lokal.Dalam video yang diunggahnya, @Noreen mendokumentasikan pengamen jalanan di salah satu sudut kota Malaysia yang tengah membawakan tembang hit dari band Slank, "Ku Tak Bisa", dari album Peace and Love (2014).
@noreenslens Replying to @Richard Ocktarins ♬ original sound - Noreen | Travel Diaries
“Jalan-jalan di Malaysia kok malah sering dengar musik Indonesia di mana-mana. Kenapa ya, lagu-lagu Indonesia bisa lebih populer di sini dibandingkan lagu lokal?," tanyanya heran.
Pendapat Musisi Indie Malaysia, Noh Salleh

Musisi indie asal Malaysia, Noh Salleh, yang kini dikenal luas di Indonesia berkat album Angin Kencang (2017) juga sempat menanggapi terkait fenomena ini. Dalam siniar Chamber Talks kanal di YouTube Ravi Andika, ia menyebut perbedaan terbesar justru ada pada karakter pendengar musik di kedua negara.
Menurutnya, penikmat musik Malaysia cenderung mudah “move on”, sementara penikmat musik Indonesia lebih kritis dan mendalami dalam menilai detail karya dari karya musiknya.
"Di Malaysia tuh, orang bila mendengar Noh Salleh tuh seperti 'Wah bagus musiknya, kayak Old School ya' udah mereka lalu move on. Di Indonesia, 'Bang Noh, progression di lagu 'Bunga Di Telinga' tuh gimana ya? Apa ya referensinya Bang Noh?'. Gua tuh seperti diinterogasi sama polisi," tutur Noh Salleh, yang dikutip dari siniar Chamber Talks dari kanal YouTube Ravi Andika pada Kamis, 11 September 2025.
Noh Salleh yang tidak mendapatkan perlakuan tersebut di negara asalnya pun sempat mengaku terkejut sekaligus terkesan dengan antusiasme berbeda dari penikmat musik Indonesia.
"Gila kan? Proses creativity lo ada orang beneran nanya. Ini gua nggak nyangka akan ada soalan yang gua diperhatiin, kayak konsistensi atau writing-nya. That's why i love about Indonesia sih," ungkapnya terkesan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa dominasi musik Indonesia di Malaysia bukan sekadar persoalan jumlah, tetapi juga soal inovasi, keberanian bereksperimen, serta kualitas keterhubungan dengan pendengarnya melalui nuansa musik atau pengemasan dalam bentuk lirik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News