Fariz RM (Foto: medcom)
Fariz RM (Foto: medcom)

Mantan Kepala BNN Sebut Fariz RM Harusnya Direhabilitasi: Kasihan Sudah Tua!

Elang Riki Yanuar • 16 Juli 2025 18:17
Jakarta: Musisi senior Fariz RM kembali berhadapan dengan hukum untuk keempat kalinya akibat dugaan penyalahgunaan narkoba.
 
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (10/7), mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen (Purn) Anang Iskandar, hadir sebagai saksi ahli dan memberikan pandangan tegas terkait penanganan kasus tersebut.
 
Menurut Anang, pendekatan pidana terhadap kasus Fariz RM bukanlah langkah yang tepat. Ia menilai, musisi berusia 64 tahun itu seharusnya mendapatkan penanganan kesehatan melalui rehabilitasi.

“Terhadap penyalahgunaan seperti Fariz itu harus dilakukan pendekatan kesehatan, direhabilitasi. Saya kasihan umurnya sudah tua, badannya habis, itu membuktikan dia adalah pecandu,” ungkap Anang Iskandar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
 
Lebih lanjut, Anang menjelaskan bahwa pecandu narkoba seperti Fariz RM memiliki pola pikir yang terdistorsi akibat ketergantungan terhadap zat adiktif. Sehingga, menurutnya, solusi yang tepat adalah pendekatan medis, bukan penjara.
 
“Pendekatan penyelesaian masalah narkotika khususnya penyalahgunaan menggunakan pendekatan kesehatan,” tegasnya.
 
baca juga: 
 

 
Anang juga menyoroti dampak ekonomi dari pendekatan hukum terhadap para pecandu. Ia mengatakan bahwa memenjarakan pengguna justru menimbulkan pemborosan anggaran negara yang tidak perlu, mengingat proses hukum yang panjang dan biaya pemasyarakatan yang tinggi.
 
“Padahal kalau direhabilitasi biayanya murah, simpel, tidak banyak masalah karena sekali lagi kejahatan narkotika itu bukan kejahatan yang rumit. Kejahatan yang simpel,” pungkasnya.
 
Fariz RM ditangkap di sebuah hotel di Bandung, Jawa Barat, pada 18 Februari 2025. Dari penangkapan tersebut, polisi mengamankan barang bukti berupa narkotika jenis sabu dan ganja. Ia kemudian didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana penjara 12 hingga 15 tahun.
 
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional dan LIPI, pendekatan rehabilitatif terbukti lebih efektif dalam menurunkan angka kekambuhan pengguna narkoba dibanding pemenjaraan. Laporan Yayasan Satu Hati Indonesia juga menyebut bahwa 70% narapidana narkoba yang hanya menjalani hukuman pidana berpotensi kembali mengulangi penggunaan, sementara angka tersebut menurun drastis pada mereka yang mengikuti program rehabilitasi dan pendampingan sosial.
 
Kasus Fariz RM kembali menjadi pengingat bahwa persoalan narkoba di Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis kesehatan, terutama bagi mereka yang sudah terbukti menjadi korban ketergantungan jangka panjang.
 
(Cony Brilliana)
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan