Ilustrasi (Foto: Dok.World Id)
Ilustrasi (Foto: Dok.World Id)

Lawan Mafia Tiket Konser di Indonesia dengan Terobosan Teknologi Verifikasi Iris Mata

Imanuel R Matatula • 08 Maret 2025 11:09
Jakarta: Maraknya konser musisi internasional di awal tahun 2025 membawa euforia tersendiri bagi pencinta musik Tanah Air. Namun, tingginya permintaan tiket juga diiringi dengan meningkatnya kasus penipuan dalam pembelian tiket konser.
 
Penipuan ini kerap dilakukan dengan berbagai modus, seperti akun media sosial palsu yang mengatasnamakan penjual tiket resmi, penggunaan identitas palsu, termasuk penyalahgunaan KTP orang lain, hingga transaksi melalui rekening bank sementara yang sulit dilacak.
 
Praktik curang ini tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga mengecewakan banyak penggemar yang telah menantikan momen spesial untuk menyaksikan idola mereka secara langsung.

Pada tahun 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat lonjakan kasus penipuan tiket konser yang mengkhawatirkan. Tercatat setidaknya 182 laporan dengan total transaksi mencurigakan mencapai Rp2,3 miliar.
 
Angka ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2022, di mana terdapat 119 kasus dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp735 juta.
 
Baca Juga: Dirnarkoba Polda Metro Jaya Dipecat Imbas Kasus Pemerasan DWP

 
Selain penipuan, praktik percaloan tiket juga semakin meresahkan. Para calo memanfaatkan bot otomatis untuk memborong tiket begitu penjualan dibuka, lalu menjualnya kembali dengan harga selangit.
 
Akibatnya, banyak penggemar yang kesulitan mendapatkan tiket dengan harga normal, sementara promotor acara pun ikut terdampak karena praktik ini menciptakan ketidakadilan dalam distribusi tiket.
 

Praktik Curang Bot dalam Pembelian Tiket

Salah satu contoh nyata dari maraknya praktik percaloan tiket di Indonesia dialami oleh Rizki Aulia, atau yang lebih dikenal sebagai Kiki Ucup, seorang promotor konser ternama. Dalam festival musik Pestapora yang ia selenggarakan pada 2022 dan 2023, Ucup menemukan kejanggalan dalam sistem pembelian tiket. 
 
Lebih dari separuh transaksi tercatat berasal dari domain di Amerika Serikat, sebuah indikasi kuat bahwa bot otomatis digunakan untuk memborong tiket.
 
"Ini mengindikasikan bahwa mereka menggunakan bot untuk mendapatkan tiket," ujar Ucup dalam siaran pers yang diterima oleh Medcom.id.
 
“Promotor jadi nggak bisa nge-mapping nih sebenarnya antusias tertingginya dan pembeli tingkat terbanyak tuh ada di mana," lanjutnya menerangkan.
 
Baca Juga: Terkait Pemerasan di DWP 2024, Ini Pernyataan Resmi Promotor Ismaya Live

 
Sementara itu, Ananda Badudu, personel duo folk Banda Neira, juga menyoroti pentingnya keadilan dan keamanan dalam pembelian tiket konser.
 
Ia menegaskan bahwa penggemar musik seharusnya dapat membeli tiket dengan cara yang transparan dan adil, tanpa harus menghadapi risiko penipuan atau harga yang melambung akibat praktik percaloan.
 
“Pemanfaat bot untuk beli tiket konser adalah contoh pemanfaatan teknologi untuk tujuan yang salah. Teknologi tersebut merugikan publik karena orang yang benar-benar hendak membeli tiket atau ikut war tiket akan kalah oleh bot yang dioperasikan oleh calo yang akan menjual ulang tiket dengan harga yang lebih mahal,” ucapnya.
 
Ananda Badudu juga menyoroti dampak finansial yang ditimbulkan oleh praktik calo terhadap industri musik. 
 
“Dana dari konsumen seharusnya digunakan untuk menutup biaya produksi atau memberikan keuntungan bagi promotor dan artis, sehingga ekosistem industri musik bisa terus berjalan. Namun, kehadiran calo justru mengalihkan aliran dana ini keluar ekosistem, yang pada akhirnya merugikan tiga pihak utama yakni konsumen, artis, dan promotor,” jelasnya.
 

Teknologi Proof of Human (PoH)

Pada peringatan Hari Musik Nasional, 9 Maret, isu akses tiket konser yang aman dan adil semakin relevan. Dengan maraknya penipuan berbasis AI dan penggunaan bot, metode keamanan seperti verifikasi email dan CAPTCHA tak lagi cukup.
 
Tools for Humanity, perusahaan teknologi global, menghadirkan Proof of Human (PoH) melalui World ID, sistem verifikasi berbasis iris mata menggunakan Orb. Teknologi ini memastikan hanya manusia asli yang dapat membeli tiket, sehingga mencegah percaloan dan penipuan.
 
Dengan PoH, penggemar musik lebih terlindungi, sementara promotor mendapat data penjualan yang lebih akurat.
 
Baca Juga: Pemerasan Penonton DWP Malaysia Coreng Nama Indonesia, Mekanisme Tes Urine Harus Dievaluasi

“Proof of Human bukan sekadar solusi teknologi, tetapi juga langkah nyata untuk membangun ekosistem yang lebih sehat. Dengan adopsi teknologi ini, penggemar musik dapat terlindungi dari penipuan, sementara industri musik dapat berkembang dengan lebih berkelanjutan,” ujar Wafa Tazhani, General Manager Tools for Humanity Indonesia.
 
Wafa juga menambahkan bahwa teknologi ini dapat memastikan tiket konser jatuh ke tangan penggemar yang benar-benar ingin menikmati pertunjukan, dan mendukung musisi favorit mereka. 
 
“Dengan teknologi ini, kita bisa memastikan bahwa ketika musisi tampil, yang hadir di konser adalah mereka yang benar-benar mengagumi dan mendukung musik mereka,” tutupnya.
 
(Basuki Rachmat)
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan