Salah satunya yaitu Cirebon yang memiliki Batik Trusmi yang tidak kalah dengan batik Yogyakarta, Solo, atau Pekalongan. Batik Trusmi berawal dari desa bernama Trusmi yang memproduksi batik.
Batik Trusmi makin eksis seiring keberadaan Cirebon yang semakin menjadi primadona wisata di Jawa Barat. Sementara dari segi desain dan filosofi, Batik Trusmi konsisten dengan motif tapi sangat terbuka dengan modifikasi.
Cirebon yang dikenal sebagai Kota Udang ternyata memiliki kain tradisonal lain yang tidak kalah menawan, yaitu Batik Ciwaringin. Kebanyakan Batik Ciwaringin merupakan batik tulis, motifnya pun tidak umum serta memiliki warna batik yang lembut karena dihasilkan dari pewarna alami. Sehingga orang awam banyak yang menilai Batik Ciwaringin pudar atau usang.
"Bahan baku kita ambil dari alam, kita manfaatkan untuk pewarnaan. Ini juga untuk menjaga lingkungan bersama agar go green," tutur seorang perajin, Muassomah.
Perajin Batik Ciwaringin biasanya mencampur beberapa bahan dengan tawas untuk mempertahankan warna alami pada kain. Sementara kapur digunakan untuk menghasilkan warna yang lebih tua.
Kisah berbeda tersimpan dalam kain Tenun Troso yang diproduksi kota kelahiran pelopor emansipasi di Indonesia, RA Kartini. Kain khas Jepara ini jika jika sekilas, motifnya mirip dengan kain tenun dari Sumba, Flores dan Bali.
Motif di kain Tenun Troso memang baru muncul belakangan seiring berjalannya waktu. Awalnya, motif tenun Jepara hanya polos.
"Kain Tenun Troso sudah lama ada. Saat saya kecil, Bapak cerita kalau dirinya dan kakek sudah menenun. Setelah paman saya magang ke Bali, baru diketahui jika kain tenun bisa dibuat motif. Sejak itulah, motif Tenun Troso dibuat garis-garis," ujar pemilik Galeri Tenun House of Hoedas, Hoeda.
Kini, Hoeda tengah berinovasi dengan mengombinasikan tenun dengan batik dan bordir. Caranya, kain dibagi menjadi tiga bagian. Kemudian, di tepi kanan dan kiri kain dibubuhkan batik atau bordir. Sedangkan tenunan ada di bagian tengah, sehingga menciptakan perpaduan yang apik.
"Saya berharap, perajin Troso selalu berinovasi karena pasar menunggu karya kita yang terbaru. Selalu ciptakan motif-motif baru," tambah Hoeda.
Ada lagi kisah kain nusantara yang sangat menarik, yaitu kain ulos dari Medan. Ulos merupakan kain yang berbentuk seperti selendang.
Bagi masyarakat Batak, kain ulos merupakan lambang ikatan batin dari si pemberi dan penerima. Tak heran jika kain ini banyak dijumpai saat acara pernikahan di Sumatera.
Keindahan kain ulos mengantarkan Torang Sitorus membuka Sumatera Loom Gallery. Di dalam ruang pamer yang diresmikan Okke Hatta Rajasa pada 2014 ini, terpajang lebih dari 500 helai kain tenun milik Torang.
Torang mulai mengumpulkan ulos sejak usia 19 tahun. Kecintaannya pada kain ulos berawal ketika Ibundanya selalu mengajak Torang mengisi liburan sekolah dengan mengunjungi berbagai sentra tenun di Medan.
"Kalau orang menyimpan dokumentasi di komputer atau ponsel, orang Batak menyimpan motif di dalam selembar kain. Garis-garis dalam ulos adalah motif ikat yang dimiliki orang Batak," jelas Torang.
Penasaran dengan cerita tentang kain nusantara lainnya? Simak perjalanan Yovie Widianto dan Renitasari Adrian dalam IDEnesia di Metro TV pada Kamis (3/2/2016) pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News