Seperti yang dilakukan Suku Bajo di Desa Mola, Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Di Desa Mola yang terletak 28 kilometer dari Bandara Matahora, tercatat 16 ribu warga Suku Bajo bermukim.
Suku Bajo kebanyakan membangun rumah dan menetap di pinggir pantai. Mereka pun masih mempertahankan ritual Duata, yaitu puncak dari segala upaya pengobatan tradisional Suku Bajo.
Duata dilakukan jika ada yang sakit keras dan tak lagi dapat disembuhkan dengan pengobatan medis. Tradisi ini juga dilakukan untuk memberikan penghargaan pada penguasa laut yang mereka sebut sebagai Mbo Janggo atau Mbi Gulli.
Masyarakat Suku Bajo terkenal dengan sikpanya yang sangat menjaga kelestarian alam, khususnya laut. Bagi mereka, laut merupakan ladang. Dari laut, mereka makan dan memenuhi kehidupan lainnya.
Tidak heran jika laut Wakatobi terkenal akan kebersihan dan kelestarian biotanya. Sehingga Wakatobi menjadi tujuan utama wisata laut di Indonesia dan dunia.
Menjaga kelestarian budaya juga ditunjukkan masyarakat Gorontalo yang berhasil menyulap wilayah kering dan gersang menjadi hijau rimbun serta berlimpah air. Desa Bongo, Kecamatan Batuda’a Pantai, Gorontalo, berubah menjadi Desa Wisata Religius Bubohu.
Menurut trah Kerajaan Bubohu Yotama Uti Gorontalo XVIII, Desa Wisata Religius Bubohu telah dinobatkan sebagai pusat pelestarian budaya Gorontalo. Masyarakat Indonesia bisa mempelajari sejarah dan budaya kesenian Kerajaan Islam Gorontalo di Bubohu.
"Desa Bubohu dijadikan benteng untuk mempertahankan kebudayaan Gorontalo. Ada museum, museum fosil, dan kaderisasi seni budaya di sini," kata Yotama kepada Yovie Widianto saat taping program IDEnesia.
Saat kunjungannya ke Bubohu, Yovie mendapat suguhan Tari Tidi Lo O’ayabu. Tari ini lahir di kalangan istana, sebagai tarian penyambut tamu dari kerajaan lain dan hiburan saat syukuran keberhasilan kerajaan dalam kegiatan pembangunan atau pemerintahan.
Masyarakat Bubohu masih mempertahankan tradisi Tari Tidi Lo O’ayabu untuk menyambut tamu yang datang berkunjung ke desa mereka. Tari dibawakan lima orang penari yang mengenakan busana adat madi pungu dengan lima tangkai sunthi di atas konde.
Usaha mempertahan seni dan budaya juga dilakukan sebagian warga Jakarta di tengah gempuran modernisasi. Pemerintah menetapkan Setu Babakan atau Danau Babakan yang terletak di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, sebagai pusat Perkampungan Budaya Betawi.
Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan objek wisata bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi secara langsung. Di perkampungan ini, warganya masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi, seperti memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi.
Di Setu Babakan, Yovie mendapat kesempatan melihat ritual pernikahan yang masih dipertahankan masyarakat Betawi. Ternyata ritual pernikahan di Betawi memiliki makna tersendiri.
Penasaran dengan makna pernikahan masyarakat Suku Betawi dan perjalanan Yovie Widianto melihat lebih dekat aneka ragam budaya Indonesia? Saksikan IDEnesia pada Kamis (21/1/2016) pukul 22.30 WIB di Metro TV. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News