Di tangan kreatif Nur Handiyah, kerang yang tak bernilai bisa disulap menjadi kerajinan dengan harga tinggi. Bahkan hingga diekspor keluar negeri.
Menurut Nur, usaha kerajinan kulit kerang miliknya dimulai pada 2000 ketika efek krisis moneter masih terasa terhadap perekenomian di daerahnya. Dengan dibantu beberapa orang pekerja di sekitar tempat tinggalnya, Nur mulai membuat inovasi dengan memanfaatkan kerang yang berserakan di sekitar tempat tinggalnya.
"Pada awal menjalankan usaha, saya memanfaatkan barang yang ada di sekitar untuk membuat produk kerang yang bagus. Pengetahuan membuat kerajinan kerang hanya bermodalkan try and error, karena tidak adan buku sebagai referensi. Tidak ada juga balai latihan keterampilan untuk menggali ilmu. Jadi kita belajar dari learning by doing," ungkap Nur.
Bermodalkan kerja keras dan kemauan belajar, Nur mampu membawa kerajinannya menembus pasar berbagai negara di Eropa dan Amerika. Kini, Nur berambisi bisa mengenalkan kerajinan kulit kerang kepada massyarakat Indonesia.
"Karena sejauh ini 90 persen masih memenuhi kebutuhan ekspor. Sedangkan dipasaran indonesia baru diterima dalam waktu tiga tahun belakangan," ungkapnya.
Tidak hanya Cirebon, sebuah daerah di Jawa Tengah juga terkenal dengan kemampuan seni ukirnya. Manalagi kalau bukan Jepara.
Warga Jepara terkenal sangat telaten menyulap batangan kayu menjadi mebel indah bernilai ekonomi tinggi. Terlebih Desa Petekeyan yang telah ditetapkan sebagai desa swasembada ukir pada 7 April 2014.
"Sebenarnya swasembada itu merupakan visi desa Petekeyan, yaitu sehat, elok, mandiri, berbudaya, agamis, dinamis, aman, unik, kreatif, inofatif, dan aman," kata Ketua Paguyuban Penggrajin ukir di desa Petekeyan, Nur Khandir.
Khandir menjelaskan, kemampuan seni ukir warga Desa Petekayan merupakan warisan turun temurun. Maka tidak heran jika hasil ukiran warga Desa Petekeyan sangat terkenal akan keindahannya.
Perajin Desa Petekayan, jelas Khandir, juga mampu mengukir prestasi dengan menjuarai lomba ukir nasional di Festifal Kartini II pada 2014. Pengukir perempuan Desa Petekeyan pun berhasil menjuarai Festifal Kartini I pada 2013.
Dengan segudang prestasi dan kreasi yang dimiliki warga Desa Petekeyan, Khandir berharap pemerintah mampu mendukung dalam bentuk modal dan kemudahan mendapatkan bahan baku. Sehingga pengrajin Desa Petekeya bisa mempertahankan warisan yang diturunkan.
"Dukungan dapat berupa kebijakan pemerintah terkait modal dan bahan baku yang semakin sulit diperoleh. Sehingga industri mebel yang diwariskan secara turun temurun ini bisa terus dilestarikan," ungkap Khandir.
Sementara itu, wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara terkenal dengan keterampilan warganya mengolah perak. Kerajinan perak Kendari terkenal akan motif sarang laba-laba yang pertama dikenalkan oleh pengrajin perak Tionghoa bernama Awei.
Meski terkenal dengan motif sarang laba-laba, perajin perak Kendari terus melakukan berbagai inovasi agar tetap diminati masyarakat. Salah satu inovasinya yaitu dengan menggunakan teknik filigree yang jarang ditemui di sentra kerajinan perak lainnya di Tanah Air.
Teknik filigree yaitu merangkaikan benang perak halus ke dalam kerangka. Benang dibentuk sesuai motif yang diinginkan, sehingga menghasilkan kerawang yang halus, detail, dan rumit.
Kendari juga terkenal dengan kadar perak diatas 95 persen. "Sehingga cara pengisiannya juga beda, melalui tekhik menggulung," kata salah satu pengrajin perak, Wanta.
Masih banyak cerita lainnya. Penasaran? Simak perjalanan Yovie Widianto dan Renitasari Adrian dalam IDEnesia di Metro TV pada Kamis (07/01/2016) pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News